Kamis, 12 Mei 2016

PERJALANAN KE INDIA (selesai)



 # Perjalanan pertama saya adalah menuju Agra, karena ingin melihat Taj Mahal. Ke India yaa berarti Taj Mahal. Ke  Agra memakan waktu yang lumayan lama sekitar 4-5 jam menggunakan mobil. Tidak ada pesawat domestik menuju Agra jadi harus dengan kereta api atau mobil. Awalnya ingin mencoba naik kereta api menuju Agra, sudah pesan tiket pula, yang kelas 1st VIP. Maklum mau yang nyaman dulu biar tidak shock. Tapi sayangnya di cancel karena kami diantar oleh teman sampai di Agra menggunakan mobil. Padahal saya sudah membayangkan bisa naik kereta api di India mencari sensasinya seperti di film-film India. Rute jalannya menurut saya membingungkan karena harus belok kanan kiri dan menyusuri jalanan Delhi yang padat, benar-benar membuat saya ingat pasar tanah abang atau pasar baru Jakarta.
Macet, pastinya sama dengan di Jakarta. Saya juga melihat kehidupan asli masyarakat India di Delhi secara langsung. Mereka sangat sibuk dengan aktifitasnya di pagi hari itu. Saya tidak mau mengatakan hal negatif, tapi sejauh saya memperhatikan keadaan disana sama dengan kehidupan kota besar di Indonesia.

 Sepanjang jalan menuju Agra ini, saya di ceritakan dan di tunjukkan tempat-tempat penting di Delhi sebagai pusat pemerintahan India. Terakhir jalanan yang saya ingat adalah jalan tol melewati wilayah Nioda. Saya memperhatikan banyak hal selama di perjalanan. Mulai dari kaca-kaca mobil yang transparan tidak seperti mobil-mobil di Indonesia. Juga aneh melihat motor masuk jalan tol.

 Ada yang aneh lagi, satu sewa 'tuktuk' atau sejenis bajaj itu benar-benar penuh sekali dengan muatan manusia sampai berdiri diluar bergelantungan. Saya senyum-senyum sendiri melihat anehnya hal-hal yang baru saya temui ini. Selama di tol yang panjang ini, sesekali saya bertanya kapan sampai di Agra, karena mulai kesal duduk terus ditambah karena merasa kedinginan. Tapi saya mulai merasa enjoy saat melihat hamparan kebun bunga berwarna kuning di kanan kiri jalan tol tersebut. Udara yang dingin membuat saya berkhayal seperti sedang berlari-lari sambil menyanyikan lagu India. Hahaha keren yaa jika tidak malu sudah saya lakukan itu berlarian dihamparan kebun bunga tersebut sambil berakting nyanyi lagu-lagu khas Bollywood.
Kami sempat beristirahat  disebuah kedai. Disana banyak turis-turis lokal maupun internasional berhenti sedang menikmati sarapan dan makan siang. Saya banyak menyapa mereka dan banyak yang melihatku karena mungkin menggunakan jilbab tapi mengerti Hindi dan menganggap beranggapan dari Bangladesh atau Malaysia. Saya memperhatikan juga banyak orang India memakan 'Pan' sejenis sirih yang dimakan oleh nenek atau kakek kita. Mereka suka sekali memakan Pan.
Saat itu sudah jam 12 siang jadi kami sekalian makan siang. Menunya tidak aneh saya pesan Chole Bhature saja yang sudah saya kenal dan sering makan di Indonesia. Bumbunya lebih pekat dan tajam disini daripada di Indonesia. Bagi yang tidak biasa mungkin akan mengalami gangguan pencernaan, tapi saya menikmatinya dan memang suka, tidak ada masalah bagi saya dengan makanan India yang full bumbu rempah-rempah ini. Tapi ada satu yang saya rasa aneh dengan jenis makanan India. Sebetulnya itu bumbu Adas yang diberi gula sehingga saat dimakan berasa manis dan hangat di perut, semacam minyak kayu putih. Tapi saya lupa namanya apa. Untuk seterusnya beberapa kali saya makan selama di India makanan ini tetap di sajikan sebagai penutup. Yaa itulah hebatnya negara ShahRukhKhan ini berlimpah rempah.
#perjalanan tetap dilanjutkan menuju Agra. Dan selama diperjalanan saya juga melewati kota Matura dan Vrindhavan yang terkenal sebagai kota kelahiran Dewa Krishna. Tapi saya tidak turun hanya mengamati saja dari mobil. Setelah menempuh perjalanan tersebut sampailah saya di tempat penginapan kedua setelah berputar-putar mencari hotel tersebut.
Nahh di petualangan saya ini, saya ingin merasakan benar-benar kehidupan sosial masyarakat India. Jadi saya yang memilih sendiri hotel mana yang ingin saya tempati untuk beristirahat. Nama hotelnya sama dengan hotel saat di Delhi. Sengaja saya pilih yang sama karena fasilitas dan kenyamanannya juga membuat saya nyaman. Saya menolak untuk di fasilitasi hotel bintang 4 atau 5. Bagi saya yang penting aman, nyaman dan bersih, lingkungannya juga baik, itu yang penting. Karena bagi saya hotel selama disana hanya sekedar untuk tidur, mandi dan ganti baju saja. Jadi saya tidak mempermasalahkan hanya sekedar prestice untuk tinggal di hotel bintang 5.
Jika saya mau, hotel semacam itu tentu sudah saya booking atau menerima difasilitasi oleh Kedutaan dan teman-teman India disana. Tapi saya menolak dan hanya menginginkan hotel yang biasa saja. Bahkan saya malah diminta lain kali jika akan berkunjung ke India untuk menginformasikan kepada teman-teman di India agar dapat memfasilitasi lebih baik lagi. Tak apa, saya suka dan nyaman dengan yang saya jalani kok, pikir saya. Saya tidak mau merepotkan dengan kedatangan saya kesana

Selama di India malah mendapat jamuan makan malam di berbagai tempat, sayangnya tidak semua bisa dihadiri karena keterbatasan waktu. Jadi mau tidak mau bagi yang mau bertemu yaa harus mengalah ikut bergabung dengan yang lain untuk menghadiri jamuan makan malam tersebut. Saya hanya semalam berada diAgra. Tapi saya beruntung karena meski banyak teman dari India, mereka tidak memanfaatkan kehadiran saya disana untuk menjadi Guide saya selama disana (apalagi sampai meminta fee karena menemani saya. Jika kalian punya teman seperti ini, tinggalkan dan cari teman lainnya. Jangan sampai mereka memanfaatkan diri kalian). Teman di India yang benar-benar bisa menjadi teman kalian selama di India adalah justru yang menjamu dan memfasilitasi kalian bertamu dinegaranya. Sekedar saran saja.

Memang harga hotel juga mempengaruhi lho buat kenyamanan kita selama disana. Beruntungnya saat itu musim dingin jadi saya benar-benar tidak mempermasalahkan mengenai hal-hal kecil seperti telat di siapkan sarapan (ngaret waktunya sedangkan kita sudah harus berangkat kemana-mana jadi terpaksa sarapan diluar padahal harga sarapan dihotel sudah termasuk dalam booking-an). Buat saya tidak masalah sarapan dimanapun yang penting ingat ke-halal-an nya serta kebersihannya saja.

Nah nama hotel saya selama di Agra dan Delhi adalah Zostel. Cari dech informasi mengenai hotel ini. Banyak terpapar informasi mengenai hotel selama di sana dan saya pun mengecek detail dari lokasi hotel tersebut. Hotel yang saya pilih ini 'Muce' alias murah cekali .. Bukan murahnya saja, kenapa saya pilih hotel ini, karena disana terdapat informasi hotel tersebut adalah hotel yang jadi favorite banyak turis mancanegara. Selain  itu disana juga disediakan acara-acara budaya seperti saling mengenal dengan mengadakan acara api unggun setiap malam dan saling berkenalan antar sesama turis tersebut. Juga kalian bisa lihat kehidupan asli antara warga Delhi dan Agra. Sangat berbeda tingkat keramaiannya juga. Delhi pagi-pagi sangat ramai, di Agra sangat tenang.
Tempatnya juga bersih , kamarnya rapi, kamar mandinya bersih dan karyawannya juga sangat ramah. Mereka menerapkan sistem kekeluargaan karena mereka memperhatikan jika turis yang datang harus mendapatkan kenyamanan dan dianggap sebagai tamu karena mengunjungi negaranya. Saya suka sekali dengan hotel ini, cocok dikantong dan cocok jika dibooking untuk rombongan. Yaa selain harganya terjangkau, tempatnya nyaman, friendly dan sangat bersih. Harganya per malam sekitar Rp 150ribu-Rp. 300 ribu. Kalau mau yang murahnya bisa berbagi kamar dengan tempat tidur asrama dengan harga Rp. 100 ribu (sudah termsuk pajak 18 percen dan bila mau disediakan sarapan hanya menambah Rp. 21 ribu/orang). Biasanya 1 kamar asrama bisa 4 tempat tidur tingkat, 6 tempat tidur bahkan 8 tempat tidur. Tapi ada juga yang tidak bercampur dengan lainnya, tergantung kita memesannya bagaimana.

Sayangnya saya tidak sempat menginap di Zostel Jaipur yang ternyata menurut teman saya yang berasal dari Australia, disana lebih bagus hotelnya dan pemandangannya. Dia menunjukkan foto-fotonya selama menginap dikota Jaipur dengan hotel yang sama. Saya tidak sempat untuk menginap diJaipur karena memang harus kembali ke Delhi. Disana juga banyak yang mau dikunjungi.
#saya tiba di Zostel Agra sekitar pukul 3 sore. Sebelumnya saya menyempatkan diri sebentar mengunjungi Agra Fort yang letaknya bersebrangan dengan bangunan Taj Mahal. Agra Fort adalah semacam benteng pertahanan dari kerajaan Mughal dulu dan sangat luas juga. Tapi saya lebih tertarik ingin segera mengunjungi Taj Mahalnya. Karena dari kejauhan saya melihat bangunan tersebut dan menarik saya agar segera mendatangi tempat itu. Saya dan teman saya, Paras, menyimpan tas dan segala keperluan lain yang tidak perlu dibawa karena saat masuk menuju Taj Mahal akan ada pemeriksaan dan sebaiknya menyimpan barang yang tidak perlu.
Oh yaa perlu saya informasikan bahwa jarak antara hotel dan pintu masuk Taj Mahal hanya sekitar 15-20 menit ditempuh dengan berjalan kaki saja karena memang letak hotel ini ada dikawasan komplek Taj Mahal. Udara yang bersahabat membuat saya tak sabar ingin segera melihat bangunan yang menjadi salah satu dalam keajaiban dunia yang diakui UNESCO tahun 1983 ini. Selesai solat, saya bergegas segera untuk berjalan kearah tempat tiket masuk Taj Mahal. Disepanjang jalan ini banyak sekali yang menjual aneka cinderamata dari marble miniatur Taj Mahal atau aksesoris lainnya. Harga tiket masuk ke Taj Mahal bagi turis internasional sangat mahal sekitar 750 Ruppe (atau setara dengan Rp.157 Ribu ) tapi mendapatkan air mineral yang dapat dibawa masuk disekitar komplek Taj Mahal dan plastik untuk mengantongi alas kaki yang kita pakai (alias kita harus nyeker karena sepatu/sandal dapat mengotori marmer disekitar area bangunan Taj Mahal).
 Sedangkan untuk turis lokal hanya perlu membayar sekitar 20 Ruppe saja (atau sekitar Rp.4000 tapi tidak mendapatkan air mineral). Saat masuk ke gerbang utama kita akan dipisahkan antara antrian laki-laki dan perempuan dan pemeriksaannya sangat ketat. Tas yang kita bawa juga diperiksa, kalau ditemukan tripod atau kamera akan diambil dan disimpan oleh mereka dan akan diberikan kembali saat kita akan menyudahi kunjungan kita. Oh ya perlu saya informasikan jika gate menuju Taj Mahal memang di jaga ketat oleh tentara India. Mereka menjaga setiap bangunan bersejarah di India, benar-benar sangat menghargai warisan heritage nya. Baru masuk halaman muka dari gerbang utama pemeriksaan saja saya sudah dibuat takjub dengan halaman yang luas hijau menghampar dan dikanan kirinya terdapat bangunan seperti pendopo istana. Ooh saya tidak menyangka akan menginjakan kaki di taman utama Taj Mahal, yang dulu sering saya bayangkan. Dari sini baru tampak terlihat kubah menara nya saja.
Sebelum masuk kawasan yang benar-benar halaman nya maka kita masuk melewati pintu masuk utamanya. Gerbangnya saja sudah terlihat indah dengan ukiran-ukirannya. Dan saya merasa terharu dibalik gerbang itulah tepat Taj Mahal dapat terlihat dari kejauhan, indah sekali. Bila selama ini hanya melihat dari gambar tapi ini ada dihadapan mata. Saat itu banyak sekali pengunjung yang datang berkunjung karena memang bertepatan juga dengan musim liburan. Saya mengabadikan dulu moment indah tak terlupakan itu dengan mengambil foto-foto. Bergantian kami saling mengambil foto.

Halaman Taj Mahal sangat luas, bersih dan rapi.saya pernah mendapatkan informasi bahwa Taj Mahal kumuh banyak kotoran burung dan tidak terawat. Saya bingung karena saya tidak menemukannya ternyata. Jadi untuk membuktikannya saya sekarang mengetahui banyak karena mengunjunginya. Yang ada dalam benak saya justru perasaan kagum karena bersyukur bisa mengunjungi bangunan bersejarah ini pada akhirnya. Atau mungkin saat saya datang memang sudah dibersihkan juga  menyusuri tamannya saya selalu ambil foto mengabadikan setiap langkah menuju bangunan Taj Mahal.
Saya menghabiskan waktu di bangunan Taj Mahal lumayan lama. Karena penasaran dengan isi dalam bangunan tersebut, setelah berkeliling komplek taman, saya dan teman saya Paras, ikut mengantri masuk menuju ruangan dalam. Banyak sekali orang yang penasaran dengan isi dari bangunan tersebut, begitupun saya. Ada apa sebenarnya isi dalam bangunan Taj Mahal yang megah itu. Kami mengantri cukup panjang hampir mengelilingi bangunan marmer Taj Mahal-nya. Setelah itu barulah memiliki kesempatan masuk kedalam ruangan tersebut yang ternyata gelap juga pengap. Di dalam tidak di ijinkan untuk mengambil foto menggunakan handycam atau tripod. Saya mengalami hal itu disana handycam saya di sita dan membayar denda 25 Ruppe. Lalu saya pakai hp saja mengambil foto-foto disana. 
Oh ya perlu saya informasikan jika gate menuju Taj Mahal memang di jaga ketat oleh tentara India. Mereka menjaga setiap bangunan bersejarah di India, benar-benar sangat menghargai warisan heritage nya. Sedangkan  di dalam ruangan utama bangunan Taj Mahal ada 2 buah makam saja yaitu makam dari Raja Shah Jahan tersebut juga makam dari istrinya Mumtaz Mahal.
#Sejarah Taj Mahal. Tāj Mahal adalah sebuah monumen yang terletak di Agra, India. Dibangun atas keinginan Kaisar Mughal Shāh Jahan putera dari Kaisar Jahangir, atau cucu dari Kaisar Jalaludin Muhammad Akbar, sebagai sebuah musoleum untuk istri Persianya, Arjumand Banu Begum atau Mumtaz-ul-Zamani atau Mumtaz Mahal. Pembangunannya menghabiskan waktu 22 tahun (1630-1653) dan merupakan sebuah mahakarya dari arsitektur Mughal. Mumtaz Mahal wafat saat melahirkan anak ke 14 karena komplikasi dan karena itulah Shah Jahan mendirikan bangunan ini untuk mengenang istrinya tersebut, dimana bangunan Taj Mahal ini dikerjakan oleh sekitar 20 ribu pekerja dan setelah selesai, maka Shah Jahan memotong tangan para pekerja agar tidak ada bangunan yang menyamai Taj Mahal.

#Bangunan Taj Mahal terdiri dari batu-batu alam marmer berwarna putih tulang. Jadi wajar jika kita di minta melepas alas kaki di sekitar bangunan karena khawatir menggores kilauan marmer tersebut. Ukiran di dalam ruangan adalah ukiran marble yang timbul dan asli dari pahatan batu-batu yang di desain membentuk hiasan bunga. Di dalam juga ada tempat-tempat dan pojok-pojok yang di gunakan untuk beribadah. Setiap hari Jumat, bangunan ini di tutup untuk umum karena difungsikan sebagai tempat solat Jumat bagi kaum muslim India. Taj Mahal buka dari pagi hari sampai pukul 5 petang. Hawa dingin di Agra membuat begitu jadi sejuk dan saya sempatkan untuk menunggu sunset diteras Taj Mahal. Barulah saat adzan magrib berkumandang, kami meninggalkan Taj Mahal dengan rasa kagum yang dalam. Saya sempatkan juga untuk membeli cinderamata berupa repelika miniatur Taj Mahal dari marbel untuk oleh-oleh di bawa pulang ke Indonesia. Tentu saja masih banyak orang india yang gigih tetap menawarkan saya oleh-oleh khas Agra lainnya. Bila tidak berminat karena kasian mereka mengikuti terus dan saya merasa risih, saya katakan tidak mau dalam bahasa Hindi 'Nahin Chahiye' dengan begitu mereka mengerti dan tidak menawarkan lagi. Jadi mereka berpikir saya adalah orang India juga.
Tak lupa saya juga menyempatkan diri untuk menikmati sensasi jajan di pinggir jalan mencoba 'Pani Puri, 'Gulab Jamun' dan susu segar. Sepanjang jalan menuju hotel kami selalu mendengar lantunan lagu Bollywood 'Prem Ratan Dan Payo'. Untuk kembali ke hotel saya merasa sangat lelah jadi saya mencoba naik rikshaw (kalau di indonesia seperti becak hanya saja posisi kita ada dibelakang pengendara sepedanya) dengan memberikan ongkos sebesar 50 Ruppe sampai hotel (tiba di hotel saya tambah jadi 100 Ruppe karena merasa kasian). Sepanjang jalan pulang dari komplek Taj Mahal saya pun melihat sekeliling kawasan teresebut dan sempat merasa heran dengan berdirinya tenda-tenda di pinggir jalan yang ternyata adalah tempat tinggal warga India yang miskin tidak punya tempat tinggal.

 Sesampainya di hotel, saya solat dulu dan cengkrama dengan para turis lain yang ada di hotel karena mereka akan mengadakan acara api unggun di halaman depan. Waah saya ingin mengikuti event tersebut. Tapi sayangnya, teman saya meminta saya ikut dengannya karena di jemput untuk menghadiri makan malam di tempat lain. Jadilah saya pergi dengannya menuju salah satu hotel berbintang dan bertemu teman lain. Kami makan malam tepat di balkon atas hotel dengan suasana udara terbuka dan dingin.

Disana saya bisa melihat langsung chef hotel membuat berbagai macam 'Tandoor' yang akan di hidangkan nanti. Kami ngobrol-ngobrol dan berdiskusi mengenai banyak hal, termasuk salah satunya adalah meminta supaya jika mampir ke agra tidak usah menginap di hotel, jadi mereka yang akan menjamu lagi nanti. Saya hanya senyum-senyum saja. Tak terasa sudah jam 10 malam dan udaranya semakin dingin sekali lalu kami pulang ke hotel dan sepanjang jalan, kota Agra sangat tenang. Saya merasakan kota Agra seperti kota Bogor di malam hari. Jadi tidak seperti sedang berada di India. Kami tiba di hotel dan tampak beberapa teman lain masih berdiskusi di taman yang ada api unggun tersebut. Saya mengikuti sebentar dan karena mata sudah tidak bisa bersahabat ditambah ubuh kami harus kembali ke Delhi. Jadi kami pamitan untuk istirahat duluan.
#Masih di Agra. Mengunjungi kota Agra sebenarnya tidak cukup hanya sehari karena ada begitu banyak tujuan wisata yang dapat di kunjungi selain Taj Mahal dan Agra Fort. Di sana juga ada Fatehpursikri, Baby Mehtab, dll. Namun untuk ke fatehpursikri jaraknya sekitar 45km dari bangunan Taj Mahal dapat ditempuh dalam kurang lebih 35 menit. Disana ada dargah Salim Kristi yang terkenal. Tapi sayangnya, saya tidak sempat mengunjungi tempat tersebut karena saya masih harus melanjutkan perjalanan kembali ke Delhi. Saya juga melewatkan kunjungan ke Jaipur karena waktunya sangat sempit. Saya melewatkan kota yang katanya lebih indah dari Agra itu. Tapi apa boleh buat, saya memang di kejar waktu untuk kesana kesini. Seperti yang saya sampaikan diawal, kemana-mana itu sangat jauh.

Subuh sekali kami bertolak ke Delhi dari hotel tempat menginap di Agra. Dinginnya luar biasa. Bagi saya yang baru merasakan musim dingin ini sedikit mulai mengganggu pernafasan karena saya mengalami flu berat dengan hidung mimisan. Mungkin selain cuaca juga karena kecapaian, dengan aktifitas dan di tambah udara yang kering meskipun suhu dingin membuat saya bersin-bersin. Saya dopping dengan vitamin dan obat agar saya tidak sakit dan demam selama di India. Kami menaiki kereta api dari stasiun Agra Cant menuju Delhi. Kami diantarkan pagi-pagi buta sampai stasiun.
#Apa yang terjadi di stasiun kereta api Agra? Woow saya merasa heran dengan hilir mudik orang-orang yang akan naik kereta. Di tambah banyak yang tidur dilantai stasiun membuat susah melangkah. Mereka tidak menginap di hotel-hotel tapi menginap distasiun dan ada yang membawa keluarganya juga disamping barang bawaan mereka yang banyak. Beruntungnya saya selama di Agra atau India, di tempat-tempat umum tidak ingin bolak balik ke kamar mandi jadi aman buat saya untuk tidak ke kmar mandi umum. Jadi saya tidak tahu bagaimana keadaannya.
Kami langsung bergegas menunggu kereta yang datang dan setelah itu kami dapatkan seat yang sudah kami booking. Kami menempati ruangan kelas pertama dengan sleeper chair alias bisa melanjutkan tidur lagi di kereta. Dalam 1 ruangan ada 4 tempat tidur tingkat tapi ternyata yang terpakai hanya untuk kami saja.

 Padahal saya membayangkan tadinya bisa bareng juga dengan penumpang lain, tapi ya sudahlah saya nikmati perjalanan itu dengan tidur lagi.  Sebelum kereta berangkat, kami sempatkan sarapan dulu dengan 'chai' / teh India dan roti. Setelah itu waktu menunjukkan pukul 6 pagi dan masih gelap juga berkabut, kereta pun jalan dan setelah solat subuh saya pun tidur lagi. Lumayan sampai Delhi jadinya tidur di kereta. Sesekali saya terbangun dan melihat pemandangan keluar tapi tertutup kabut jadi tidak ada yang bisa saya ceritakan selain tidur dulu.
#Masih di kereta, belum sampai juga di Delhi dan saya merasakan dingin yang sangat padahal sudah berselimut lengkap dengan embel-embel musim dingin, tapi tetap dinginnya menusuk tulang. Saya mengamati sekitar jalur rel kereta yang kami lalui, kadang saya masih melihat hamparan kebun-kebun bunga seperti yang saya lihat saat menuju Agra menggunakan mobil, dan sesekali saya melihat tenda-tenda yang saya lihat di Agra juga sepulang dari Taj Mahal, yang ternyata bagi negara India inilah wajah kaum masyarakat miskin dan kumuh yang banyak diperbincangkan bahwa India itu negara miskin. Memang mereka berkelompok membuat sebuah kumpulan tempat tinggal dan sangat kotor sekali. Biasanya kumpulan tenda kumuh tersebut menandakan berarti sudah dekat dengan ibukota Delhi. Mereka banyak sekali hampir ditiap titik. Pemandangan yang akhirnya saya temukan dari cerita teman-teman yang sudah pernah ke India. Tapi ini hanya sebagian kecil saja, saya mungkin bisa menemukan banyak lagi di tempat lain. Permasalah ibukota memang seperti itu jika pemerintah tidak bisa memfasilitasi jumlah penduduk yang membludak ke ibukota tanpa punya keahlian untuk mendapatkan kehidupan yang layak. Sama saja di Indonesia juga begitu kok, tidak jauh.
Saya menjadi sangat tidak sabar ingin segera sampai karena di dalam kereta karena merasa sangat dingin. Baru 5 stasiun lagi sampai di stasiun Delhi, saat kereta tiba disetiap stasiun saya memesan teh karena kedinginan. Saat berhenti biasanya disekitar jalur tersebut ada orang-orang yang membawa ceret/teko untuk menjajakan minuman 'chai' / teh India ke dalam gerbong kereta. Hangatnya teh bisa membuatku sedikit hangat dan tidak bisa melanjutkan tidur lagi. Kereta sempat telat 1 jam sampe di stasiun Delhi, harusnya tiba pukul 10:30 ternyata sampai pukul 11:30 siang. Akhirnya setelah melewati stasiun Nizamudin, kami tiba di Delhi dan langsung menyebrangi jembatan untuk keluar menuju kereta Metro yang akan membawa kami ke hotel sekitar Karol Bhagh.
#Ya ampun, suasana saat akan naik kereta api Metro membuat saya sedikit stres karena penumpang yang menumpuk dan bising sekali teriak-teriak. Sementara teman saya menukarkan tiket, saya menunggu di tempat yang sedikit luas bersama dengan yang lain. Lumayan bisa menghirup sedikit udara segar, karena di dalam sangat pengap dengan banyaknya penumpang lain. Saya sempat senyum-senyum kepada salah satu penumpang pengantin India. Unik sekali pokoknya. Sayangnya saya tidak sempat minta di foto dengan pengantin wanita tersebut.
Setelah itu kami ikut mengantri menuju jalur kereta Metro. INGAT yaa satu hal ini juga, BUDAYAKAN ANTRI! Di sana orang India banyak yang menyerobot antrian dan saya menjadi sedikit melotot dan mengatakan 'please queue' kepada orang tersebut yang menandakan bahwa saya tidak suka dengan cara dia. Akhirnya orang tersebut mengalah dan mengantri dibelakang yang lainnya. Kebiasaan tersebut sebenarnya sepele tapi jangan di biasakan apalagi jika kita berada di negara orang. Saya berani tegas seperti itu dan sempat di perhatikan orang-orang agar mereka tahu aturan bahwa hal itu tidak baik. Teman saya sampai geleng-geleng kepala karena saya termasuk berani menegur kebiasaan yang sudah biasa ini di sana. Yaa begitulah India dari sebagian orangnya.
Masih berjuang untuk naik kereta Metro, kami bingung dengan line yang membuat saya sempat mulai tidak sabaran. Di sana berlalu lalang orang dengan kesibukan mereka, ditambah kami bingung jalur mana yang harus kami naiki untuk sampai di tempat tujuan. Di sana ada 3 jalur kuning, merah dan biru. Salah jalur bisa salah naik kereta Metro nanti. Jalur-jalur tersebut ada yang menyambungkan dengan jalur sampai ke Utara dan selatan. Saat itu kami ada di Rajiv Chowk, dan kami harus ke jalur biru dari jalur kuning untuk bisa menuju tempat kami menginap.
Oh yaa,, untuk menuju bandara IGI di terminal 3 bisa menggunakan Kereta Metro juga sangat efektif dan cepat hanya sekitar 30 menit saja. Tapi tidak bisa dipastikan ketepatan tiba keretanya, jadi jika tidak terburu-buru memang ada baiknya menggunakan kereta metro saja dan jika tiket pesawat kita di terminal 3 maka gratis, hanya tinggal menunjukkan tiket pesawat saja.
Yaa akhirnya kami memang sempat nyasar juga salah naik kereta dan salah turun distasiunnya. Kami tertawa-tawa saja menikmati dan menganggap sebagai kekonyolan kami yang terlihat baru pertama naik kereta metro di Delhi. Maklum teman saya juga jarang ke Delhi jadi dia juga tidak terlalu hafal jika menggunakan fasilitas umum. Kereta Metro ini mirip dengan kereta commuter line di Indonesia. Karena populasi di India sangat padat dan menyebabkan macet dimana-mana bagi yang memiliki kendaraan, mereka lebih baik memanfaatkan kereta metro ini. Jangan ditanya jika penuhnya kereta ini apalagi saat pagi hari orang mulai berangkat beraktifitas kerja dan saat jam pulang kantor. Gerbongnya juga sama dengan model kereta kita, untuk gerbong laki-laki dan perempuan di pisah. Yaa begitulah kehidupan dan aktifitas warga Delhi siang itu.
# akhirnya sampailah kita distasiun Metro 4 rail station Karol Bhagh yang dekat dengan tempat kami akan menginap. Sengaja sekali lagi saya yang memilih hotel ini, sampai teman saya heran kenapa saya menolak di pesankan hotel bintang 4. Karena saya ingin melihat kesibukan Karol Bhag seperti yang saya dapatkan dari banyak cerita di bloger travelers. Saya ingin tahu kepadatan daerah tersebut dan segala aktifitasnya didaerah tersebut. Karol Bhagh memang sangat padat sekali, banyak blok-blok dan luasnya sampai membuat kita saja selalu nyasar jika bepergian. Karena kawasan ini juga berdampingan dengan pusat belanja dan toko-toko yang murah. Surganya para turis alah satunya disini. Berbagai macam toko ada semua disini termasuk money changer jika kalian mau menukarkan uang dollar kalian. Tapi tetap hati-hati dengan membandingkan nilai tukar saat itu. Biasakan bertanya dan bandingkan nilai tukar 100 dollar terhadap Ruppe yang akan kita dapat.
Kita harus lebih pintar untuk yang satu ini. Mungkin karena saya pernah bekerja di salah satu bank, jadi saya bisa mengerti selisih Bid Offer spread-nya jika mau menukarkan uang. Lumayan lho kalau kita tidak pintar berhitung, kita akan rugi dan merasa tertipu. Contoh saat itu saya coba tukarkan uang 100 Dollar ke money changer pertama dihargai dengan mendapat 6700 Ruppe. Saya sudah menghitung dari Indonesia sebelumnya berapa Ruppe jika saya menukarkan 100 dollar dan nilai tukar senilai itu cukup pantas. Nilai Ruppe di Indonesia dan di India berbeda sangat jauh. Lebih mahal menukar Ruppe di Indonesia. Saat itu kurs mata uang Ruppe adalah 210 Rupiah dan bisa berubh-ubah.
Saya coba di tempat lain masih sama juga. Lalu mencoba menukar ditempat ke 3 baru terjadi selisih yang lumayan beberapa ratus Ruppe. Sepele yaa?! TIDAK bisa! Kalau mau pake cara berhitung nilai tukar ditempat pertama dan kedua sama itu sudah membuat keuntungan untuk si Money Changernya. Nah yang tempat ke 3 malah nilai keuntungannya berlipat ganda. Sudah saya sampaikan sistem keuntungan penukaran uang, kalian harus cerdik. Jangan mau kalian menukarkan 100 Dollar dikedua tempat mendapat 6700 Ruppe tapi ditempat ke 3 menjadi 6500 Ruppe. Selisih 200 Ruppe itu lumayan bisa buat kalian beli oleh-oleh gelang.
Jadi perhatikan yaa untuk yang satu ini jika kalian mau irit. Saya tidak menakuti dan membuat perhitungan dengan hal ini, hanya saja saya berpesan supaya tidak tertipu saat bertransaksi hal semacam ini dimanapun negara yang kalian kunjungi. Saya belajar dari pengalaman jadi saya bisa bagikan kepada kalian. Jika kalian menemukan hal semacam ini, cari lagi money changer lain yang jika memungkinkan sama nilai tukarnya dengan yang pertama tadi. Mereka akan berkilah jika nilai tukar Ruppe berubah, memang nilai tukar akan selalu berubah, tapi tidak akan drastis paling hanya berubah dipoint saja. Nah kalau menemukan tidak wajar, cari yang lain yaa. Kalian pasti bisa berhitung jika menukar 100 Dollar akan dapat berapa Ruppe yang seharusnya. Begitu yaa.. Cari money changer yang berani menawar mahal membeli nilai Dollar kita, itu yang kita ambil.
#Sesampainya di stasiun kami bergegas mencari hotel. Setelah berkeliling akhirnya kami menemukan hotel kami ini namanya Hotel View Garden. Memang di sebelahnya ada taman hijau yang membuat makin asri. Hotel ini juga tidak jauh dari stasiun kereta Metro dan dekat dengan pasar/ Gaffar Market. Niat awal saya juga disini bisa mudah mencari oleh-oleh agar tidak usah jauh-jauh mencari ketempat lain. Setiba di hotel saya langsung mandi dan solat. Maklum subuh dari Agra saya tidak sempatkan mandi, karena dingin sekali dan khawatir membuat saya menjadi beser alias maunya ke toilet terus. Jadilah saya mandi di hotel Delhi. Kamarnya bagus dan lumayan bersih, serta luas. Saya memandang ke arah jendela juga berdampingan dengan rumah-rumah penduduk yang bertingkat. Jalan arah ke hotel ini tidak ramai jadi hanya berderet rumah-rumah saja. Sehingga tidak bising dengan aktifitas yang ramai sekali. Kami tidak bisa berleha-leha setiba di Delhi. Selain kami merasa lapar karena belum sempat makan, setelah beristirahat sebentar lalu kami melanjutkan perjalanan untuk menuju Jama Masjid dan Chandni Chowk di sekitar kawasan Old Delhi. Tapi sebelumnya kami makan dulu yaa. Karena teman saya ini adalah vegetarian, jadi saya mengikuti saja makan di resto Udupi. Saya memesan paket Thali makanan dari India Selatan dan memesan air mineral.
#PENTING! Perhatikan baik-baik yaa teman. Jika kalian makan bukan di restauran berkelas atau kedai resto biasa, kalian akan di suguhi minuman dalam teko stainless steel. Jangan mengambil resiko lebih baik biasakan minta air dalam kemasan atau air mineral. Harganya hanya 20 Ruppe (Rp.4000) tapi tidak membuat kalian sakit perut. Air dalam teko memang gratis tapi tidak menjamin bersih dan matang. Saya termasuk orang yang tidak mau asal makan dan minum pasti saya lihat dulu kebersihannya. Teko air minum dari stainless itu sungguh unik dan saya senyum-senyum saja melihatnya.
Restauran berkelas saja belum tentu bersih, jadi saya ke India juga membawa sedotan. Jangan tertawa yaa karena ini berguna buat kalian selama disana. Meskipun minum di dalam kemasan, saya menggunakan sedotan. Kita kan tidak tahu kebersihannya juga. Jadi saya berjaga-jaga seperti itu. Tidak lupa saya selalu bawa hand sanitizer untuk mencuci tangan setiap akan makan apapun. Dasar saya ini karnivora, dikasih makanan sayuran semua rasanya ada yang hambar. Apalagi dimusim dingin begitu pasti maunya yang hangat-hangat. Tapi saya juga suka sayuran jadi saya maklumi saja karena tidak mau menyinggung teman saya. Lagipula selama disana saya memang menganjurkan makan vegetarian saja jika kita muslim. Karena saya melihat sendiri ayam yang dipotong bukan dengan cara islam. Di sana surganya makanan dan kuliner tapi tetap yaa halal nya makanan juga perlu diperhatikan. Kecuali jika makan direstoran yang bertulisakan Halal, seperti retoran Shalimar.
#selesai makan yang hanya perlu membayar 100 Ruppe (sekitar Rp. 21 ribu) untuk berdua, kami lanjutkan perjalanan menuju tempat yang ingin kami kunjungi tadi. Saya sempat dikejar pengemis disekitar stasiun karena memberi uang kepada pengemis anak-anak. Itu sungguh menegangkan. Lalu kami naik kereta Metro lagi karena lebih dekat dan kali ini kami sudah hafal jalurnya dimana harus berhenti. Dari Karol Bhagh menuju Rajiv Chowk dan lanjut ke Chandni Chowk.
Keluar dari stasiun kami menyusuri jalan-jalan mulai membuat saya stres nih di sini. Jalanannya kotor sekali berdebu dan kendaraan disana itu tidak sabaran alias bunyi klakson dimana-mana dan parkir sembarangan. Kami  menuju Jama Mesjid dulu yang ternyata akan segera ditutup. Kami memohon untuk bisa sebentar saja masuk karena sudah berada disana dan saya sampaikan saya mau solat atau 'Namaz' karena saya seorang muslim. Penjaga disana heran karena biasanya jarang wanita solat disitu biasanya khusus laki-laki muslim saja. Saya sampaikan jika saya ingin mengerjakan Namaz dan datang dari jauh. Akhirnya di izinkan masuk dan saya ambil foto-foto di sana. Saya tidak solat karena sudah saya Jama saat di hotel.
Selama di India saya menJama solat saya karena jauhnya perjalanan dan disana tidak semua mesjid mengijinkan wanita untuk solat. Jadi saya Jamak saja waktu solat saya saat di hotel. Tak lama dari sana barulah saya di bawa menyusuri kepadatan Chandni Chowk.
#menyusuri Chandni Chowk yang merupakan kawasan Old Delhi membuat saya lelah selain jalanan yang kotor berdebu, padat dan semraut antara kendaraan, parkir motor, orang berjualan, binatang dan kemacetan. Saya merasa stres dan mulai kesal karena teman saya mengambil uang dan lama sekali membuat  sudah tidak berminat untuk membeli oleh-oleh disekitar tempat tersebut. Di Chandni Chwok banyak toko yang menjual beraneka barang dengan harga murah. India memang surganya belanja, tapi sayangnya saya sudah tidak mood belanja karena saya ingin langsung ke Indian Gate saja.

Kota Delhi memang kota besar dan padat dan tentu saja masalah utama sama dengan Jakarta, yaitu macet dan tindak kriminal. Belum lagi dikeramaian tersebut banyak juga laki-laki berkulit hitam India dipinggir jalan yang selalu memperhatikan. Banyak kasus terjadi di India untuk turis luar jadi saya harus bersikap biasa saja bahkan berusaha menunjukkan sikap tegas dan mereka pun berlalu. Jadi ingat yaa selama di India jangan mudah untuk terlihat ramah jika bukan pada orang yang kita kenal. Ditempat keramaian seperti itu hati-hati dengan handpone atau dompet. Karena banyak copet juga. Terlebih gunakan pakaian yang tertutup saja untuk menghindari pelecehan ditempat umum. Jaga baik barang-barang yang kita bawa dan pandailah membawa diri.
Karena saya sudah mulai cape maka setiap saya masuk toko untuk membeli Saree (pakaian khas India) membuat saya sudah tidak berminat. Disana Saree dijual dengan harga yang beragam dari sekitar 300 Ruppe sampai ada yang harga 1000 atau 3500 Ruppe (sekitar 60 ribu untuk yang murah dan 600 ribu untuk yang mahal), yang harga diatas itu juga ada,  tergantung kualitas bahan dan banyaknya bordir atau payet. Semakin banyak yang ditunjukkan malah membuat saya jadi pusing dan bingung, apalagi sang penjual kain tak berhenti bicara menawarkan jenis lainnya dan mulai memaksa dengan harga yang sebenarnya dapat ditawar. Akhirnya saya putuskan tidak jadi membeli karena saya jadi sakit kepala. Orang India itu gigih kalau menawarkan barang jualan. Saya mulai kehilangan mood dan tidak fokus, melihat itu teman saya mengajak untuk mengunjungi toko manisan saja (mithai dukan). Ditambah lagi saya melihat beberapa keluarga makan dipinggir jalan dan minum dengan menggunakan gayung yang dipakai untuk mandi. Saya tertawa ngekeh disana. Unik tapi seperti hiburan buatku. Barulah disana saya bisa tersenyum dan menikmati banyaknya aneka macam manisan India dengan harga yang murah. Jika beli di Jakarta mungkin mahal. Disana saya puas-puaskan menikmati 'Rasmalai', 'Gulab Jamun', 'Jelebi', dan lainnya.
Saya  mulai tidak sabar ingin segera menuju Indian Gate. Lalu kami bergegas naik taxy menuju Indian Gate. Saat itu menunjukkan pukul 6 sore dan suara adzan terdengar untuk orang muslim melakukan solat. Sayangnya saya sudah ditaxy dan menjamak solat maghrib tersebut. Menyusuri jalanan yang macet dan udara yang sangat dingin membuat saya lapar, tapi saya harus ke Indian Gate dulu, lalu sampailah kami sekitar pukul 7 kurang. Dari Old Delhi menuju Indian Gate kami membayar 400 Ruppe atau sekitar Rp. 84 ribu. Di sana suasana-nya ramai sekali. Maklum karena mendekati hari libur tahunan. Seperti di Monas Jakarta jika ada hiburan. Padahal disekitar Indian Gate tidak ada hiburan apapun, tapi pengunjungnya banyak sekali dan ramai. Anak-anak, para remaja dan orang tua tumpah ruah disana.

Indian Gate adalah monumen nasional India yang terletak di jantung kota New Delhi. Indian Gate dirancang Sir Edwin Lutyens. Aslinya gerbang ini dikenal dengan nama "Tugu Peringatan Perang Seluruh India", dan menjadi markah tanah penting di Delhi yang memperingati pengorbanan 90.000 tentara India Britania yang tewas membela Imperium Britania di India pada Perang Dunia I dan Perang Inggris-Afghan III. Bangunan ini terbuat dari patu pasir merah dan batu granit. Setelahkemerdekaan India, Indian gate  menjadi tugu peringatan tentara tak dikenal oleh Tentara India, yang dikenal dengan nama Amar Jawan Jyoti (api gelora tentara abadi). Mungkin karena itulah malam itu ramai dikunjungi turis lokal maupun mancanegara.
Disana juga banyak pedagang menjajakan dagangan mereka mulai dari Chai, kacang rebus, mainan anak, bahkan juru foto. Saya mencoba memakai jasa foto untuk 20 ruppe/ 1x foto itupun setelah tawar menawar karena mereka menawarkan 50 Ruppe per foto. Murah yaa hanya sekitar 4 ribu saja dan langsung jadi hanya menunggu sekitar 15 menit saja dengan ukuran foto 4R. Saya memesan 10 foto yang berarti membayar 200 Ruppe (sekitar 42 ribu), puaslah bisa diabadikan di Indian Gate meskipun sebetulnya bisa ambil foto sendiri. Saya juga sempat berbincang-bincang dengan para tukang foto tersebut dan mereka banyak memberikan informasi mengenai Indian Gate dan destinasi Delhi selanjutnya. Saya juga mengenalkan mata uang rupiah kepada mereka yang tentu saja membuat mereka kaget karena mengira nilai mata uang Indonesia itu tinggi sekali. Saya perlihatkan 1 lembar uang 100 ribu yang bagi mereka jika ditukar menjadi sekitar 500 Ruppe dan bisa untuk biaya hidup selama 1 minggu. Yaa begitulah kira-kira obrolan yang saya bincangkan dengan mereka, yang membuat mereka jadi  mengetahui negara lain dan tertarik untuk mengunjungi Indonesia suatu hari nanti.

Karena udara cukup dingin sekali dan perut saya kembung karena selalu minum 'Chai' dan belum makan jadi saya cukupkan mengunjungi Indian Gate malam itu dan kembali ke hotel sekaligus mencari makanan. Saya mencoba naik 'tuktuk' dan pengemudinya seorang bapak yang sudah sangat tua. Saya selalu bertanya padanya disela kemacetan kota Delhi yang hampir 1,5jam lamanya tersebut. Teman saya hanya senyum-senyum dan menggelengkan kepala sesekali ikut nimbrung karena saya mudah dan cepat beradaptasi dengan warga lokal. Niat saya malam itu ingin makan junkfood seperti McD sesampainya di daerah Gaffar Market Karol Bhag saya mencari McDonnald di hiruk pikuk daerah tersebut. Kami berjalan dari jalan utama karena nyasar. Maklum banyak blok-blok bangunan dan keramaian orang-orang membuat kami lupa jalan kearah hotel.
Sambil terus berjalan sesekali saya coba berhenti di toko gelang-gelang dan membeli banyak dengan harga yang menurutku lumayan murah jika dibandingkan harga gelang India di Indonesia. Gelang biasa dibandrol sekitar 30 Ruppe atau setara dengan 6 ribu rupiah. Ada juga yang harganya sekitar 150 Ruppe atau sekitar 31 ribu Ruppiah sampai 250 Ruppe atau sekitar 52 ribu Ruppiah. Saya ingat membeli sekitar 1000 Ruppe (Ek Hazar Ruppe) atau sekitar 210 ribu Rupiah. Banyak yaa, saya pikir cukup lah oleh-oleh India untuk dibagikan. Saya juga membeli beberapa set 'Bindi' hiasan dikening yang dipakai wanita India. Harganya murah sekali hanya 10 Ruppe saja atau sekitar Rp. 2000-an. Saya tidak beli banyak, secukupnya saja. Karena saya pasti kebingungan juga membawanya jika terlalu banyak. Harga gelang-gelang India di Indonesia dengan 210 ribu mungkin bisa dapat cuma 1 set saja, gelang biasa bisa seharga 75-90 ribu Rupiah. Makanya saya ambil banyak (walaupun sebenarnya pas sampai di Indonesia ternyata kurang banyak karena tidak cukup untuk dibagikan ke keluarga atau teman-teman. Tahu begitu saya beli seabrek saja yaa .. :)
Setelah itu baru kami sampai ditempat makan McDonnald dan benar saja ternyata disana makannya tidak seperti di Indonesia. Semua menu seperti burger lengkap dengan roti. Akhirnya saya tidak jadi beli lagipula temanku seorang vegetarian dan kami memilih makan direstoran vegetarian biasa saja. Saya memesan nasi Chiecken Biryani yang 1 porsi bisa untuk 3 orang.Sedangkan teman saya memesan nasi vegetarian Biryani. Sepulang dari sana saya masih juga membeli gula-gula dan mencoba makanan dipinggir jalan berupa 'Pani Puri', 'Dahi Puri' dan 'chat'. Baru setelah berjalan lama menyusuri keramaian Gaffar market tibalah kami di hotel pukul 11:30 malam. Akhirnya kami bisa beristirahat untuk memulihkan tenaga esok hari mengunjungi Red Fort dan Janta Mantar. Hawa yang sangat dingin dengan heater tetap membuat saya tidak melepas sweater dan jacket yang saya pakai plus kaos kaki. Benar-benar sangat dingin dengan cuaca saat itu 11 derajat.
#Perlu di Ingat kenapa saya mencoba untuk memilih hotel dikawasan Karol Bhag, karena saya ingin tahu seperti apa daerah tersebut yang dikenal murah meriah untuk hotelnya, suasananya dan rawannya. Pastinya saya mencari banyak informasi sebelum memutuskan untuk menganbil hotel disana. Karena di Delhi bagi turis yang ingin menginap dihotel yang aman dikantong dan termasuk murah selalu ditunjukkan di kawasan antara Karol Bhag atau Paharganj. Akses kedua tempat tersebut dekat dengan stasiun kereta metro yang dapat memudahkan turis untuk berkunjung ke tempat-tempat wisata di India. Walau murah tapi tetap cari yang tidak murah juga atau paling tidak utamakan kenyamanan dan safety.

Disana banyak hotel-hotel sekelas melati juga dan berhati-hati karena ada banyak prostitusi juga. Jadi kalau tidak ada teman laki-laki atau solois traveller, sebaiknya cari hotel ditengah kota saja. Saya sengaja ambil hotel disitu karena ingin tahu seperti apa penduduk kota Delhi dikawasan Karol Bhag dalam keseharian mereka. Padahal teman-teman saya sudah memesankan hotel bintang 4 dikawasan kota Delhi. Lumayan buat pengalaman saya selama di India. Jadi mau tidak mau teman-teman saya ikut saya menginap di hotel yang sama karena mereka khawatir jika saya menginap sendirian.
# Pagi-pagi sekali saya sudah bangun dan lumayan nyenyak tidur semalam. Saya bergegas mandi, berdandan dan beres-beres packing. Meskipun udara dingin, saya tetap mandi dengan air hangat yang disediakan hotel. Walaupun udara dingin, tapi bukan berarti debu tidak ada. Karena debu yang kering dan lembab justru membuat kita merasa kusam dan kotor. Jadi harus mandi dan ganti baju. Selepas itu saya bergegas turun ke lobby hotel karena teman saya sudah menunggu untuk sarapan pagi. Pagi itu saya sarapan sandwich dan susu murni (dudh). Teman saya Goro, sudah menunggu diparkiran mobil untuk membawa saya hari itu mengunjungi Red Fort dan Janta Mantar Delhi. Rencana kami juga ingin mengunjungi Qutub Minar jika masih ada waktu. Wisata di Delhi juga sangat banyak perlu setidaknya sekitar3 hari penuh mengunjungi tempat-tempat disana. Sayangnya saya hanya 2 hari lagi di Delhi dan hari berikutnya sudah harus kembali pulang.
Suasana pagi hari begitu sejuk dan belum terlalu macet. Kami menuju Red Fort dikawasan Old Delhi. Seharusnya saat mengunjungi Chandni Chwok kami bisa langsung kesana tapi berhubung sudah sore, tidak keburu. Akhirnya pagi itu saya tiba disana. Betul-betul takjub dengan India terutama bangunan heritagenya yang memang sangat bersejarah dan dijaga ketat oleh tentara-tentara. India. Kawasan Red Fort atau Benteng Merah sangat luas. Mungkin saya bisa berlari-lari sambil menyanyi lagu India dan menari. Jika kalian nonton film terbaru SRK berjudul 'FAN', nah ada salah satu view saat SRK menyanyi dikawasan RedFort Delhi. Oh ya, saat itu teman saya juga mengingatkan bahwa di Delhi ada bintang Bollywood Akhsay Kumar sedang syuting film AirLift, bertanya apakah saya juga mau melihatnya. Tapi saya tidak tertarik jadi cukup menghabiskan untuk mengunjungi tempat-tempat wisata saja.

#Masuk area tersebut saya harus membeli tiket masuk dulu. Untuk turis luar tiket seharga 250 Ruppe atau sekitar 52 Ribu Rupiah. Sedangkan teman saya hanya membayar sekitar 5 Ruppe saja. Mahal yaa,, lumayan buat turis tapi sebanding dengan luasnya RedFort yang bisa dijelajahi. Di pintu masuk selalu akan diperiksa oleh petugas disana. Check point dilakukan oleh tentara wanita dan dia sangat ramah menyapa sehingga tidak terlalu lama saat diperiksa masuk. Sedangkan teman saya diperiksa oleh tentara laki-laki. Tempat pemeriksaan pun terpisah. Saya sempatkan digerbang pintu masuk di dalam untuk melihat-lihat souvenir-souvenir cantik yang dipajang oleh penjual disana. Karena sudah masuk dikawasan wisata maka harganya pun lumayan tidak beda dengan wisata kita di Indonesia. Disana banyak marble miniatur-miniatur bangunan, gelang, aksesoris (Kundan set), tas rajutan manik-manik, sandal dan gantungan kunci. Teman saya mengingatkan kita akan beli oleh-oleh nanti saja tidak disini, tapi saya ingat waktu berkunjung saya tidak lama jadi saya memanfaatkan sejenak untuk memilih dan membeli 3 set gantungan kunci berupa miniatur gajah dari kayu seharga 300 ruppe (sekitar Rp.63 ribu) Selepas itu baru saya masuk area kawasan dan halaman RedFort yang super luas.

Saya menyempatkan mengunjungi sebuah musium perjuangan disana. Tepatnya di depan bangunan Diwan-I-Am. Selepas itu baru mengunjungi singgasana Raja Shah Jehan di bangunan Diwan-I-Am tersebut. Saya merasakan seperti di aula film Jodha Akbar. Karena Diwan-I-Am memang seperti aula terbuka. Lalu lanjut ke area istana dan halamannya, serta bangunan-bangunan sejarah bekas kolonial Inggris. Ada juga bangunan seperti teater untuk menghibur Raja dan para tamunya. Luasnya bangunan dan halaman membuat kami pun nyasar kembali menuju pintu keluar. Benar-benar pengalaman yang konyol. Hampir 2 jam kami menjelajahi kawasan RedFort.
Setelah kami keluar dan menunggu dijemput mobil, saat itulah saya coba jajanan serupa dengan 'Asinan/Rujak' di Indonesia. Bedanya disana buah yang dimakan berbentuk utuh seperti mentimun, wortel, lobak, nanas (pastinya dibuang dulu yaa kulitnya)., mangga, dan lainnya yang tidak dipotong dulu. Bumbunya pun tidak seperti kita yaa, berempah dan ada juga yang benar-benar pedas dengan bubuk cabe. Lalu saya juga mencoba Juice Jeruk yang saya pikir hanya dari jeruk yang di buat juice saja, ternyata ooww ditambah bumbu rempah juga. Saya menyeringai karena aneh sekaligus penasaran dengan rasanya. Dan betul saja, rasanya nano-nano tak terkatakan. Seger sih juice nya tapi saya lebih suka jika makan buah jeruk utuhnya saja kalau bisa. Sensasi makan dipinggir jalan memang mengasyikkan, makan sambil diperhatikan orang sekitar karena melihat ekspresi wajahku yang meminum juice jeruk tersebut. Lalu sambil menunggu itu pula saya sempatkan membeli gantungan kunci miniatur Taj Mahal dipinggiran jalan tersebut, juga miniatur Bajaj. Saya ngobrol dengan penjualnya dan saat saya membeli 5 buah Bajaj mainannya, dia bingung karena saya membeli banyak sekali. Tapi dia lalu senyum-senyum karena barang dagangannya laku terjual. Dia-pun memberikan harga murah.

Setelah merasa cukup pengalaman di Redfort siang itu, kami bergegas menuju tempat Janta Mantar. Sudah mulai macet pastinya, akhirnya kami tiba juga disana. Kami sempatkan makan siang dulu baru berangkat kembali menuju lokasi Jantar Mantar. Saat itu sudah siang sekitar pukul setengah 2 dan kami menghabiskan waktu selama kurang lebih 1 setengah jam diarea tersebut.
Jantar Mantar adalah sebuah observatorium. Bagi orang-orang yang terbiasa dengan bangunan modern yang diperlengkapi dengan sejumlah besar instrumen astronomi berteknologi tinggi, bangunan-bangunan aneh dari batu ini terletak di sebuah taman yang besar tampaknya tidak mirip sedikit pun dengan observatorium. Namun, itulah fungsi Jantar Mantar sewaktu dibangun pada awal abad ke-18. Sungguh mengherankan, meski tidak di lengkapi teleskop dan instrumen lainnya yang sedang dikembangkan di Eropa, observatorium ini memberikan perincian dan informasi yang cukup akurat mengenai benda-benda angkasa.
Jantar Mantar adalah nama umum yang digunakan untuk tiga dari lima observatorium yang dibangun oleh penguasa Rajput yakni Maharaja Sawai Jai Singh II. ”Jantar” berasal dari kata Sanskerta ”yantra”, yang artinya ”instrumen”, demikian juga ”Mantar” dari ”mantra”, yang artinya ”formula”. Kebiasaan sehari-hari untuk menambahkan kata yang berirama sebagai penandasan telah menghasilkan nama Jantar Mantar.
Sebuah plaket yang dipasang pada sebuah instrumen di Jantar Mantar di New Delhi pada tahun 1910 menginformasikan bahwa tahun 1710 adalah tahun pembangunan observatorium ini. Akan tetapi, penelitian di kemudian hari memperlihatkan bahwa observatorium itu dirampungkan pada tahun 1724.

Setelah berkeliling menganl Jantar Mantar, kami merasa lelah lalu mengakhiri kunjungan hari itu tapi kami tidak sempat menuju Qutub Minar. Padahal disana sangat indah sekali pemandangannya. Waktunya tidak cukup, kesorean. Akhirnya kami mencoba mengelilingi kota Delhi saja untuk melihat-lihat bangunan seperti Kantor Parlement India, kantor The Indian Times, kediaman Indira Gandhi, Kuil Gurudwara (masuk sebentar), melewati kediaman PM India Narendra Modi, kantor Kepolisian Delhi dan Kejaksaan.

Tak terasa waktu sudah semakin sore menjelang magrib saya berusaha untuk kembali menemui teman-teman dari Assam yang ingin bertemu. Jauh sekali mereka datang hanya untuk sekedar bertemu, sekalian kami makan malam dan bercerita seru bertukar informasi mengenai tempat-tempat indah wisata diIndonesia dan India lainnya. Pukul 9 kami berpisah dan kembali ke hotel masing-masing. Saya masih sempat berada dilobby hotel untuk membuka internet karena diberikan fasilitas online gratis. Saya coba membuka informasi yang masuk. Baru sekitar pukul 10:30 setelah berbincang-bincang dengan teman dan petugas hotel, saya pun istirahat untuk persiapan esok hari bertemu dengan Duta Besar Indonesia di Chanakyapuri karena staff beliau sudah menghubungi dan menjadwalkan pertemuan kami.
# Hari berikutnya adalah hari yang sangat penting. Sebelum berangkat ke India, saya memang sudah menghubungi staff KBRI di Delhi untuk dapat bertemu dengan Duta Besar Indonesia. Akhirnya saya dijadwalkan bisa bertemu sehari sebelum saya pulang ke Indonesia esok harinya. Selama di Delhi staff KBRI berulang kali menghubungi perihal jadwal kepastian kunjungan saya ke Chanakyapuri. Saya memang harus bertemu dengan Dubes RI disana untuk sekedar menyapa dan menginformasikan mengenai komunitas fanclub Bollywood dari Indonesia, terlebih karena salah satu komunitas tersebut memang sedang membuat buku mengenai Bollywood, India dan relasinya dengan Indonesia, komunitas Indonesia dan India serta tentunya mengenai hubungan budaya antara kedua negara dari keberadaan komunitas fanclub Bollywood di Indonesia. Karena itulah saya ingin bertemu dengan Bapak Rizali Wilmar Indrakesuma sebagai Duta Besar RI di New Delhi, menggantikan Bapak H.Andi M. Ghalib, Dubes sebelumnya, untuk meminta dukungannya.
#Oh, yaa, selama di India saya diberikan SimCard handpone provider Reliance GSM untuk memudahkan saya menelpon atau kirim sms kepada keluarga di Indonesia dan lebih murah dibandingkan menggunakan GSM dari Indonesia. Teman saya membantu sampai sedetail itu untuk memastikan saya nyaman dan tidak menemukan kesulitan selama di India. Jika teman-teman membeli sendiri kartu GSM di India tidak mudah, perlu persyaratan yang ribet seperti copy passport, foto 3 lembar, mengisi form dan membeli nomor kartunya. Kepemilikan kartu di India sangat diperketat mengingat India sangat sensitif dengan masalah teroris. Jadi kita pun perlu setidaknya minimal 3 hari untuk mengaktifkan nomor kartu tersebut. Jadi selama di India saya menggunakan nomor India dari teman saya Paras, dan memudahkan untuk berhubungan dengan siapapun teman-teman di India.
Pagi itu saya sudah bangun dan bersiap dijemput untuk menuju ke kawasan Chanakyapuri. Sekaligus saya chek out dari hotel di Karol Bhag dan berganti hotel bintang 4 yang sudah dipesankan teman-teman saya di dipusat kota Delhi. Jadi lumayan sebelum besok pulang saya bisa tidur di hotel yang lumayan bagus dan dekat dari bandara. Selesai sarapan kami segera bergegas dan karena staff Kedutaan Indonesia meminta jadwal dirubah jamnya dari pukul  10 menjadi pukul 11 dan berubah lagi menjadi pukul 12 siang untuk bertemu Dubes, akhirnya saya mengitari kawasan Karol Bhag dulu untuk mencoba membeli oleh-oleh lagi. Tapi dasar waktu cepat sekali untuk saya memilih saree (lagi) dan hanya membeli beberapa Kurti (pakaian atasan wanita India) dan. 3 buah Sherwani untuk saudara laki-laki saya. Saya sendiri hanya membeli 1 buah bahan jahitan Shalwar Kameez. Lalu kami bergegas ke mobil menuju KBRI. Saya tidak punya banyak waktu lagi di Delhi untuk membeli oleh-oleh jadilah saya hanya membeli itu saja.
Kawasan Chanakyapuri adalah kawasan pemerintahan yang ditata rapi, sepanjang jalan banyak dihiasi bunga-bunga cantik, juga bersih dan dengan penjagaan yang ketat. Karena dikawasan ini adalah seperti di daerah Kuningan Jakarta, tempatnya kediaman kantor-kantor kedutaan. Ketika melewati jalan utama ternyata  terjadi demo yang mengharuskan kita memutar dengan jalan lain. Sampailah kami di KBRI dan kedatangan saya memang sudah ditunggu oleh sekretaris Dubes ibu Rini. Di luar halaman saya di buat takjub karena kawasan KBRI benar-benar cantik, rapi dan bersih, ditambah dengan udara dinginnya.

Lalu kami berjalan menuju aula dan disana kami bertemu dengan Ms. Nengcha Lhouvum, Duta Besar India yang sekarang menjabat di Jakarta. Namun saya tidak banyak bercakap-cakap karena bapak dubes RI sudah menunggu kami. Kami sempatkan dulu untuk berfoto dengan Bapak Indrakesuma dan bagian Pensosbud Bapak Mozes. Barulah kami menyampaikan maksud dan tujuan kami berkunjung. Beruntungnya saya dapat bertemu Dubes RI dan dijamu di sana. Selepas 1 jam kami di jamu, setelah itu kami meninggalkan KBRI dan menuju  hotel yang telah dipesan untuk malam terakhir saya di India. Tak lama baru saya diantarkan ke Bandara IGI karena saya harus terbang ke Mumbai untuk bertemu seseorang yang juga telah membuat janji untuk bertemu (maaf tidak bisa dipublikasikan lebih rinci untuk kegiatan di Mumbai).
Perjalanan ke Mumbai memakan waktu kurang lebih 2 jam dan tiba diBandara Chatrapati Shivaji International Mumbai sekitar pukul 6 sore dan keadaan disana sudah mulai gelap. Wooww .. Bagus sekali bandaranya, keren. Saya dijemput teman disana dan kami langsung menuju tempat yang ingin saya kunjungi di daerah Juhu. Sepanjang perjalanan Mumbai tersebut saya tidak dapat bercerita banyak, yang saya ingat kota Mumbai dimalam hari gemerlap dengan lampu-lampu dan tentu saja sedikit macet juga ramai seperti di Delhi. Karena Mumbai dekat dengan pantai jadi udara pantai juga tercium dari mobil. Saya hanya bertandang menengok seseorang untuk kepentingan pribadi selama 2 jam saja, selepas itu saya pamit diantar kembali ke bandara karena harus segera kembali ke Delhi malam itu juga. Benar-benar kunjungan yang sangat singkat.
Saya tidak punya waktu banyak lagi berkunjung ke India karena saya harus pulang keesokkan harinya. Sebenarnya ingin menginap diMumbai, tapi sayang tidak memungkinkan. Ingin sekali jika nanti ada kesempatan ke India lagi untuk menginap dikawasan Mumbai. Tapi saya berpacu dengan waktu saat itu. Sekitar pukul 9 lebih saya harus terbang lagi ke Delhi dan sampai sekitar pukul 11 malam lebih. Teman saya Paras dan Goro tidak ikut ke Mumbai, jadi mereka menjemput saya di bandara IGI. Setelah itu kami ke hotel dan sempat memesan makanan dulu karena lapar di tengah malam. Kami sempatkan mampir ke sebuah restoran dan memesan soup tomyam saja agar hangat. Sekitar pukul  1 malam barulah saya istirahat dan packing. Senang dan berharga sekali hari terakhir di India saat itu. Semua tujuan yang penting-penting sudah di kunjungi di kesempatan pertama tersebut.
#last day di India. Karena pesawat saya terbang jam 9:55 pagi menuju Singapura, maka 3 jam pertama harus sudah check boardingpass bandara IGI jika tidak mau mengantri dan terlambat. Akhirnya pukul 4:30 pagi diudara yang sangat dingin, saya sudah dibangunkan teman-teman untuk segera ke bandara IGI. Rasanya saya baru tidur sebentar dihotel yang mahal itu tapi saya harus segera bergegas mandi, karena Goro akan mengantar ke Bandara pukul 5 pagi.
Pagi dan masih gelap gulita akhirnya dengan berat hati saya harus meninggalkan hotel dan menuju bandara. Tiba disana sekitar pukul 5:30 pagi dengan suhu udara 6 derajat. Saya mulai merasakan kesulitan bernafas karena cuaca dingin membuat hidung saya infeksi dan tidak melepas masker. Saya berpamitan dengan teman-teman  dan mengucapkan terima kasih karena telah menemani saya selama di India. Jika tidak dibantu mereka saya mungkin akan menemui kesulitan untuk beradaptasi dan mengenal India pertama kali. Paras juga akan pulang ke Ahmadabad siang harinya dan Goro tetap tinggal di Delhi.
Setelah berpisah saya masuk bandara dan solat subuh dulu disana. Barulah saya ke counter tiket dan menuju boardingpass dan menyusuri jauhnya tempat tunggu pesawat Jet Airways menuju Singapura. Saat itu masih pukul 7 pagi, masih setengah terang dan kabut, saya sarapan dulu 'Chai' dan 'Samosa' dan sempat berbincang-bincang dengan seorang wanita India yang cantik dari daerah Manipur yang mirip seperti orang Tibet/ China yang juga akan menuju Singapura. Barulah sekitar pukul 9 pagi saya naik pesawat dan duduk dekat jendela. Saya sempat menangis karena harus meninggalkan India dan segala kenangannya selama kunjungan tersebut. Berat rasanya kapan bisa berkunjung kembali kesana. Tapi rasa penasaran akhirnya telah terbayar. Saya berjanji akan kembali mengunjungi India dan mengunjungi tempat-tempat bersejarah lainnya.
 Seorang Punjab setengah baya yang duduk disampingku memberikan tissu karena melihatku menangis. Saya membalas dengan tersenyum dan pesawat bersiap take off. Dari jendela itu saya pandangi bandara IGI dan pesawat disana hingga tak terlihat lagi dengan mata sembab. Saya merindukan segera tiba di Indonesia dan bertemu keluarga. Karena lelah selama dipesawat munuju Singapura saya pun tertidur, sesekali bangun karena pramugari membangunkan untuk makan dan memberikan snack. Sekitar pukul 5:30 sore waktu Singapura (atau pukul 16:30 WIB) saya tiba di Bandara Changi.
Setelah check point tiket karena cost share dengan Garuda Indonesia saya berjalan menuju tempat menunggu diboardingpass dan sempat menjamak solat dulu karena disediakan ruangan ibadah. Sempat berkeliling sebentar diBandara Changi karena ramai esok harinya bertepatan dengan Natal. Setelah itu saya segera menunggu karena ingin segera naik pesawat, disinilah terjadi masalah serius.
Ini adalah pertama kali saya harus mengalami delay yang sangat panjang dan melelahkan selama saya bepergian ke luar negeri. Pesawat Garuda yang seharusnya membawa saya ke Jakarta pukul 8:30 malam waktu Singapura itu ternyata mengalami kerusakan hidrolik sehingga tidak bisa memaksakan terbang malam itu juga. Saat itu sekitar lebih dari 100 orang lebih penumpang terlantar dan tidak tentu kapan pesawat pengganti akan datang. Belum lagi keluarga juga sudah menunggu lama menjemput di Bandara Soeta.

Resah dan panik, pastinya. Banyak penumpang marah dan komplain, sejenis penerbangan  Garuda delay dan menterlantarkan penumpangnya. Niat hati ingin segera sampai diJakarta karena sudah lelah, akhirnya harus mengalami delay 12 Jam dari waktu bording. Kebetulan ada seorang teman yang sama-sama berangkat waktu ke India dan kembali ke Indonesia barengan. Jadi ketika penumpang lain komplain mengeluh, kami  memilih untuk mengganti penerbangan esok pagi saja, pada hari Natal tanggal 25 Desember. Pukul 24:00 waktu Singapura belum juga muncul tanda-tanda pesawat diganti. Apa boleh buat saya tidak mau naik pesawat yang sama karena diperbaiki kerusakannya dan lebih baik mengganti jadwal penerbangan lain saja. Akhirnya kami dapat tiket pengganti keesokan hari dan kami pun makan saja di foodcourt Changi sambil mengobrol. Pukul 2:30 pagi akhirnya kami tidur di Longue saja agar tidak telat untuk penerbangan esok jam 7 pagi. Jika menginap di hotel saya khawatir telat karena harus boarding lagi jam 5 pagi. Barulah esok pagi saya naik pesawat pengganti Garuda dan terbang keJakarta. Selama penerbangan tersebut saya benar-benar tertidur pulas setelah sarapan pagi. Melupakan sejenak kenangan selama di India dan keresahan semalam di Singapura. Pesawat tiba sekitar pukul 8:15 pagi di Jakarta, di jemput dan sampai dirumah pukul 11 siang, hari Jumat tanggal 25 Desember.

Meskipun saya tidak membeli banyak oleh-oleh, ternyata pengeluaran saya selama di India lumayan juga. Saya menghabiskan sekitar 350 US Dollar (sekitar 22 ribu Ruppe setara dengan Rp.4,6 juta).
Itupun belum di tambah dengan biaya pembuatan Visa dan menukar 2000 Ruppe di money changer. Saya  juga membawa cash rupiah dan dollar ke India berjaga-jaga untuk hal-hal yang urgent, diluar biaya diatas. Di sana saya banyak jalan dan cost share petrol/bensin, juga cost share hotel karena tidak mau merepotkan teman-teman saya selama disana, meski beberapa fasilitas diberikan gratis dari mereka. Tiket ke Mumbai juga lumayan mahal karena sudah masuk musim liburan sekitar 1,7 jutaan. Jadi wajar jika menghabiskan sekitar hampir 5 juta tersebut hingga kembali ke Indonesia. Apalagi sempat mampir di Singapura juga. Yaa total saya menghabiskan Rp. 6 juta. Tiket pesawat pp Jakarta-Delhi-Jakarta sudah ditangani pihak Kedutaan India. Oleh-oleh yang terasa adalah flu dan mimisan yang belum membaik dan mengalami batuk dan flu berat sesampainya di tanah air akibat debu dan cuaca yang dingin selama disana. Di tambah selang sehari tiba dari India, kembali saya terbang ke negara lain bersama keluarga untuk liburan, membuat saya semakin kecapaian.
Itu lah pengalaman perjalananku menuju India. Rasa lelah dan cape terbayar sudah, puas rasanya.  Perjalanan singkat namum penuh makna. Setiap perjalanan memiliki kisah masing-masing. Namun bagiku, perjalananku ke India ini juga sekaligus tentang belajar banyak hal. Sekarang saya memiliki pengalaman berharga mengunjungi  negara Rani Mukherjee, idola bintang Bollywood yang saya kagumi. Semakin banyak ilmu yang saya ketahui dan dapat saya bagikan kepada yang membutuhkan tulisan referensi ini. Kini lengkap rasa mengidolakan Rani Mukerji dan menyukai hobby kebudayaan India dengan berkunjung langsung ke negaranya. Hal-hal yang sempat membuat saya ragu dan khawatir tidak saya temukan selama disana, jika kita bisa membawa diri dengan baik tentunya. Semoga dapat bermanfaat dan menjawab rasa penasaran teman-teman semua. Terima kasih untuk semua pihak yang telah mendukung perjalanan saya ke India.. Phir Milenge (sampai berjumpa kembali).  Salam Namaste..

(Selesai)