# Perjalanan pertama saya
adalah menuju Agra, karena ingin melihat Taj Mahal. Ke India yaa berarti Taj
Mahal. Ke Agra memakan waktu yang lumayan lama sekitar 4-5 jam
menggunakan mobil. Tidak ada pesawat domestik menuju Agra jadi harus dengan
kereta api atau mobil. Awalnya ingin mencoba naik kereta api menuju Agra, sudah
pesan tiket pula, yang kelas 1st VIP. Maklum mau yang nyaman dulu biar tidak
shock. Tapi sayangnya di cancel karena kami diantar oleh teman sampai di Agra
menggunakan mobil. Padahal saya sudah membayangkan bisa naik kereta api di
India mencari sensasinya seperti di film-film India. Rute jalannya menurut saya
membingungkan karena harus belok kanan kiri dan menyusuri jalanan Delhi yang
padat, benar-benar membuat saya ingat pasar tanah abang atau pasar baru
Jakarta.
Macet, pastinya sama dengan di
Jakarta. Saya juga melihat kehidupan asli masyarakat India di Delhi secara
langsung. Mereka sangat sibuk dengan aktifitasnya di pagi hari itu. Saya tidak
mau mengatakan hal negatif, tapi sejauh saya memperhatikan keadaan disana sama
dengan kehidupan kota besar di Indonesia.
Sepanjang jalan menuju Agra ini, saya di ceritakan dan di tunjukkan tempat-tempat penting di Delhi sebagai pusat pemerintahan India. Terakhir jalanan yang saya ingat adalah jalan tol melewati wilayah Nioda. Saya memperhatikan banyak hal selama di perjalanan. Mulai dari kaca-kaca mobil yang transparan tidak seperti mobil-mobil di Indonesia. Juga aneh melihat motor masuk jalan tol.
Ada yang aneh lagi, satu sewa 'tuktuk' atau sejenis bajaj itu benar-benar penuh sekali dengan muatan manusia sampai berdiri diluar bergelantungan. Saya senyum-senyum sendiri melihat anehnya hal-hal yang baru saya temui ini. Selama di tol yang panjang ini, sesekali saya bertanya kapan sampai di Agra, karena mulai kesal duduk terus ditambah karena merasa kedinginan. Tapi saya mulai merasa enjoy saat melihat hamparan kebun bunga berwarna kuning di kanan kiri jalan tol tersebut. Udara yang dingin membuat saya berkhayal seperti sedang berlari-lari sambil menyanyikan lagu India. Hahaha keren yaa jika tidak malu sudah saya lakukan itu berlarian dihamparan kebun bunga tersebut sambil berakting nyanyi lagu-lagu khas Bollywood.
Sepanjang jalan menuju Agra ini, saya di ceritakan dan di tunjukkan tempat-tempat penting di Delhi sebagai pusat pemerintahan India. Terakhir jalanan yang saya ingat adalah jalan tol melewati wilayah Nioda. Saya memperhatikan banyak hal selama di perjalanan. Mulai dari kaca-kaca mobil yang transparan tidak seperti mobil-mobil di Indonesia. Juga aneh melihat motor masuk jalan tol.
Ada yang aneh lagi, satu sewa 'tuktuk' atau sejenis bajaj itu benar-benar penuh sekali dengan muatan manusia sampai berdiri diluar bergelantungan. Saya senyum-senyum sendiri melihat anehnya hal-hal yang baru saya temui ini. Selama di tol yang panjang ini, sesekali saya bertanya kapan sampai di Agra, karena mulai kesal duduk terus ditambah karena merasa kedinginan. Tapi saya mulai merasa enjoy saat melihat hamparan kebun bunga berwarna kuning di kanan kiri jalan tol tersebut. Udara yang dingin membuat saya berkhayal seperti sedang berlari-lari sambil menyanyikan lagu India. Hahaha keren yaa jika tidak malu sudah saya lakukan itu berlarian dihamparan kebun bunga tersebut sambil berakting nyanyi lagu-lagu khas Bollywood.
Kami sempat beristirahat
disebuah kedai. Disana banyak turis-turis lokal maupun internasional berhenti
sedang menikmati sarapan dan makan siang. Saya banyak menyapa mereka dan banyak
yang melihatku karena mungkin menggunakan jilbab tapi mengerti Hindi dan
menganggap beranggapan dari Bangladesh atau Malaysia. Saya memperhatikan juga
banyak orang India memakan 'Pan' sejenis sirih yang dimakan oleh nenek atau
kakek kita. Mereka suka sekali memakan Pan.
Saat itu sudah jam 12 siang jadi
kami sekalian makan siang. Menunya tidak aneh saya pesan Chole Bhature saja
yang sudah saya kenal dan sering makan di Indonesia. Bumbunya lebih pekat dan
tajam disini daripada di Indonesia. Bagi yang tidak biasa mungkin akan mengalami
gangguan pencernaan, tapi saya menikmatinya dan memang suka, tidak ada masalah
bagi saya dengan makanan India yang full bumbu rempah-rempah ini. Tapi ada satu
yang saya rasa aneh dengan jenis makanan India. Sebetulnya itu bumbu Adas yang
diberi gula sehingga saat dimakan berasa manis dan hangat di perut, semacam
minyak kayu putih. Tapi saya lupa namanya apa. Untuk seterusnya beberapa kali
saya makan selama di India makanan ini tetap di sajikan sebagai penutup. Yaa
itulah hebatnya negara ShahRukhKhan ini berlimpah rempah.
#perjalanan tetap dilanjutkan
menuju Agra. Dan selama diperjalanan saya juga melewati kota Matura dan
Vrindhavan yang terkenal sebagai kota kelahiran Dewa Krishna. Tapi saya tidak
turun hanya mengamati saja dari mobil. Setelah menempuh perjalanan tersebut
sampailah saya di tempat penginapan kedua setelah berputar-putar mencari hotel
tersebut.
Nahh di petualangan saya ini,
saya ingin merasakan benar-benar kehidupan sosial masyarakat India. Jadi saya
yang memilih sendiri hotel mana yang ingin saya tempati untuk beristirahat.
Nama hotelnya sama dengan hotel saat di Delhi. Sengaja saya pilih yang sama
karena fasilitas dan kenyamanannya juga membuat saya nyaman. Saya menolak untuk
di fasilitasi hotel bintang 4 atau 5. Bagi saya yang penting aman, nyaman dan
bersih, lingkungannya juga baik, itu yang penting. Karena bagi saya hotel
selama disana hanya sekedar untuk tidur, mandi dan ganti baju saja. Jadi saya
tidak mempermasalahkan hanya sekedar prestice untuk tinggal di hotel bintang 5.
Jika saya mau, hotel semacam itu
tentu sudah saya booking atau menerima difasilitasi oleh Kedutaan dan
teman-teman India disana. Tapi saya menolak dan hanya menginginkan hotel yang
biasa saja. Bahkan saya malah diminta lain kali jika akan berkunjung ke India
untuk menginformasikan kepada teman-teman di India agar dapat memfasilitasi
lebih baik lagi. Tak apa, saya suka dan nyaman dengan yang saya jalani kok,
pikir saya. Saya tidak mau merepotkan dengan kedatangan saya kesana
Selama di India malah mendapat jamuan makan malam di berbagai tempat, sayangnya tidak semua bisa dihadiri karena keterbatasan waktu. Jadi mau tidak mau bagi yang mau bertemu yaa harus mengalah ikut bergabung dengan yang lain untuk menghadiri jamuan makan malam tersebut. Saya hanya semalam berada diAgra. Tapi saya beruntung karena meski banyak teman dari India, mereka tidak memanfaatkan kehadiran saya disana untuk menjadi Guide saya selama disana (apalagi sampai meminta fee karena menemani saya. Jika kalian punya teman seperti ini, tinggalkan dan cari teman lainnya. Jangan sampai mereka memanfaatkan diri kalian). Teman di India yang benar-benar bisa menjadi teman kalian selama di India adalah justru yang menjamu dan memfasilitasi kalian bertamu dinegaranya. Sekedar saran saja.
Memang harga hotel juga mempengaruhi lho buat kenyamanan kita selama disana. Beruntungnya saat itu musim dingin jadi saya benar-benar tidak mempermasalahkan mengenai hal-hal kecil seperti telat di siapkan sarapan (ngaret waktunya sedangkan kita sudah harus berangkat kemana-mana jadi terpaksa sarapan diluar padahal harga sarapan dihotel sudah termasuk dalam booking-an). Buat saya tidak masalah sarapan dimanapun yang penting ingat ke-halal-an nya serta kebersihannya saja.
Nah nama hotel saya selama di Agra dan Delhi adalah Zostel. Cari dech informasi mengenai hotel ini. Banyak terpapar informasi mengenai hotel selama di sana dan saya pun mengecek detail dari lokasi hotel tersebut. Hotel yang saya pilih ini 'Muce' alias murah cekali .. Bukan murahnya saja, kenapa saya pilih hotel ini, karena disana terdapat informasi hotel tersebut adalah hotel yang jadi favorite banyak turis mancanegara. Selain itu disana juga disediakan acara-acara budaya seperti saling mengenal dengan mengadakan acara api unggun setiap malam dan saling berkenalan antar sesama turis tersebut. Juga kalian bisa lihat kehidupan asli antara warga Delhi dan Agra. Sangat berbeda tingkat keramaiannya juga. Delhi pagi-pagi sangat ramai, di Agra sangat tenang.
Selama di India malah mendapat jamuan makan malam di berbagai tempat, sayangnya tidak semua bisa dihadiri karena keterbatasan waktu. Jadi mau tidak mau bagi yang mau bertemu yaa harus mengalah ikut bergabung dengan yang lain untuk menghadiri jamuan makan malam tersebut. Saya hanya semalam berada diAgra. Tapi saya beruntung karena meski banyak teman dari India, mereka tidak memanfaatkan kehadiran saya disana untuk menjadi Guide saya selama disana (apalagi sampai meminta fee karena menemani saya. Jika kalian punya teman seperti ini, tinggalkan dan cari teman lainnya. Jangan sampai mereka memanfaatkan diri kalian). Teman di India yang benar-benar bisa menjadi teman kalian selama di India adalah justru yang menjamu dan memfasilitasi kalian bertamu dinegaranya. Sekedar saran saja.
Memang harga hotel juga mempengaruhi lho buat kenyamanan kita selama disana. Beruntungnya saat itu musim dingin jadi saya benar-benar tidak mempermasalahkan mengenai hal-hal kecil seperti telat di siapkan sarapan (ngaret waktunya sedangkan kita sudah harus berangkat kemana-mana jadi terpaksa sarapan diluar padahal harga sarapan dihotel sudah termasuk dalam booking-an). Buat saya tidak masalah sarapan dimanapun yang penting ingat ke-halal-an nya serta kebersihannya saja.
Nah nama hotel saya selama di Agra dan Delhi adalah Zostel. Cari dech informasi mengenai hotel ini. Banyak terpapar informasi mengenai hotel selama di sana dan saya pun mengecek detail dari lokasi hotel tersebut. Hotel yang saya pilih ini 'Muce' alias murah cekali .. Bukan murahnya saja, kenapa saya pilih hotel ini, karena disana terdapat informasi hotel tersebut adalah hotel yang jadi favorite banyak turis mancanegara. Selain itu disana juga disediakan acara-acara budaya seperti saling mengenal dengan mengadakan acara api unggun setiap malam dan saling berkenalan antar sesama turis tersebut. Juga kalian bisa lihat kehidupan asli antara warga Delhi dan Agra. Sangat berbeda tingkat keramaiannya juga. Delhi pagi-pagi sangat ramai, di Agra sangat tenang.
Tempatnya juga bersih , kamarnya
rapi, kamar mandinya bersih dan karyawannya juga sangat ramah. Mereka
menerapkan sistem kekeluargaan karena mereka memperhatikan jika turis yang
datang harus mendapatkan kenyamanan dan dianggap sebagai tamu karena
mengunjungi negaranya. Saya suka sekali dengan hotel ini, cocok dikantong dan
cocok jika dibooking untuk rombongan. Yaa selain harganya terjangkau, tempatnya
nyaman, friendly dan sangat bersih. Harganya per malam sekitar Rp 150ribu-Rp.
300 ribu. Kalau mau yang murahnya bisa berbagi kamar dengan tempat tidur asrama
dengan harga Rp. 100 ribu (sudah termsuk pajak 18 percen dan bila mau
disediakan sarapan hanya menambah Rp. 21 ribu/orang). Biasanya 1 kamar asrama
bisa 4 tempat tidur tingkat, 6 tempat tidur bahkan 8 tempat tidur. Tapi ada
juga yang tidak bercampur dengan lainnya, tergantung kita memesannya bagaimana.
Sayangnya saya tidak sempat menginap di Zostel Jaipur yang ternyata menurut teman saya yang berasal dari Australia, disana lebih bagus hotelnya dan pemandangannya. Dia menunjukkan foto-fotonya selama menginap dikota Jaipur dengan hotel yang sama. Saya tidak sempat untuk menginap diJaipur karena memang harus kembali ke Delhi. Disana juga banyak yang mau dikunjungi.
Sayangnya saya tidak sempat menginap di Zostel Jaipur yang ternyata menurut teman saya yang berasal dari Australia, disana lebih bagus hotelnya dan pemandangannya. Dia menunjukkan foto-fotonya selama menginap dikota Jaipur dengan hotel yang sama. Saya tidak sempat untuk menginap diJaipur karena memang harus kembali ke Delhi. Disana juga banyak yang mau dikunjungi.
#saya tiba di Zostel Agra sekitar
pukul 3 sore. Sebelumnya saya menyempatkan diri sebentar mengunjungi Agra Fort
yang letaknya bersebrangan dengan bangunan Taj Mahal. Agra Fort adalah semacam
benteng pertahanan dari kerajaan Mughal dulu dan sangat luas juga. Tapi saya
lebih tertarik ingin segera mengunjungi Taj Mahalnya. Karena dari kejauhan saya
melihat bangunan tersebut dan menarik saya agar segera mendatangi tempat itu.
Saya dan teman saya, Paras, menyimpan tas dan segala keperluan lain yang tidak
perlu dibawa karena saat masuk menuju Taj Mahal akan ada pemeriksaan dan
sebaiknya menyimpan barang yang tidak perlu.
Oh yaa perlu saya informasikan
bahwa jarak antara hotel dan pintu masuk Taj Mahal hanya sekitar 15-20 menit
ditempuh dengan berjalan kaki saja karena memang letak hotel ini ada dikawasan
komplek Taj Mahal. Udara yang bersahabat membuat saya tak sabar ingin segera
melihat bangunan yang menjadi salah satu dalam keajaiban dunia yang diakui
UNESCO tahun 1983 ini. Selesai solat, saya bergegas segera untuk berjalan
kearah tempat tiket masuk Taj Mahal. Disepanjang jalan ini banyak sekali yang
menjual aneka cinderamata dari marble miniatur Taj Mahal atau aksesoris
lainnya. Harga tiket masuk ke Taj Mahal bagi turis internasional sangat mahal
sekitar 750 Ruppe (atau setara dengan Rp.157 Ribu ) tapi mendapatkan air
mineral yang dapat dibawa masuk disekitar komplek Taj Mahal dan plastik untuk
mengantongi alas kaki yang kita pakai (alias kita harus nyeker karena
sepatu/sandal dapat mengotori marmer disekitar area bangunan Taj Mahal).
Sedangkan untuk turis lokal
hanya perlu membayar sekitar 20 Ruppe saja (atau sekitar Rp.4000 tapi tidak
mendapatkan air mineral). Saat masuk ke gerbang utama kita akan dipisahkan
antara antrian laki-laki dan perempuan dan pemeriksaannya sangat ketat. Tas
yang kita bawa juga diperiksa, kalau ditemukan tripod atau kamera akan diambil
dan disimpan oleh mereka dan akan diberikan kembali saat kita akan menyudahi
kunjungan kita. Oh ya perlu saya informasikan jika gate menuju Taj Mahal memang
di jaga ketat oleh tentara India. Mereka menjaga setiap bangunan bersejarah di
India, benar-benar sangat menghargai warisan heritage nya. Baru masuk halaman
muka dari gerbang utama pemeriksaan saja saya sudah dibuat takjub dengan
halaman yang luas hijau menghampar dan dikanan kirinya terdapat bangunan
seperti pendopo istana. Ooh saya tidak menyangka akan menginjakan kaki di taman
utama Taj Mahal, yang dulu sering saya bayangkan. Dari sini baru tampak
terlihat kubah menara nya saja.
Sebelum masuk kawasan yang
benar-benar halaman nya maka kita masuk melewati pintu masuk utamanya.
Gerbangnya saja sudah terlihat indah dengan ukiran-ukirannya. Dan saya merasa
terharu dibalik gerbang itulah tepat Taj Mahal dapat terlihat dari kejauhan,
indah sekali. Bila selama ini hanya melihat dari gambar tapi ini ada dihadapan
mata. Saat itu banyak sekali pengunjung yang datang berkunjung karena memang
bertepatan juga dengan musim liburan. Saya mengabadikan dulu moment indah tak
terlupakan itu dengan mengambil foto-foto. Bergantian kami saling mengambil
foto.
Halaman Taj Mahal sangat luas, bersih dan rapi.saya pernah mendapatkan informasi bahwa Taj Mahal kumuh banyak kotoran burung dan tidak terawat. Saya bingung karena saya tidak menemukannya ternyata. Jadi untuk membuktikannya saya sekarang mengetahui banyak karena mengunjunginya. Yang ada dalam benak saya justru perasaan kagum karena bersyukur bisa mengunjungi bangunan bersejarah ini pada akhirnya. Atau mungkin saat saya datang memang sudah dibersihkan juga menyusuri tamannya saya selalu ambil foto mengabadikan setiap langkah menuju bangunan Taj Mahal.
Halaman Taj Mahal sangat luas, bersih dan rapi.saya pernah mendapatkan informasi bahwa Taj Mahal kumuh banyak kotoran burung dan tidak terawat. Saya bingung karena saya tidak menemukannya ternyata. Jadi untuk membuktikannya saya sekarang mengetahui banyak karena mengunjunginya. Yang ada dalam benak saya justru perasaan kagum karena bersyukur bisa mengunjungi bangunan bersejarah ini pada akhirnya. Atau mungkin saat saya datang memang sudah dibersihkan juga menyusuri tamannya saya selalu ambil foto mengabadikan setiap langkah menuju bangunan Taj Mahal.
Saya menghabiskan waktu di bangunan
Taj Mahal lumayan lama. Karena penasaran dengan isi dalam bangunan tersebut,
setelah berkeliling komplek taman, saya dan teman saya Paras, ikut mengantri
masuk menuju ruangan dalam. Banyak sekali orang yang penasaran dengan isi dari
bangunan tersebut, begitupun saya. Ada apa sebenarnya isi dalam bangunan Taj
Mahal yang megah itu. Kami mengantri cukup panjang hampir mengelilingi bangunan
marmer Taj Mahal-nya. Setelah itu barulah memiliki kesempatan masuk kedalam
ruangan tersebut yang ternyata gelap juga pengap. Di dalam tidak di ijinkan
untuk mengambil foto menggunakan handycam atau tripod. Saya mengalami hal itu
disana handycam saya di sita dan membayar denda 25 Ruppe. Lalu saya pakai hp
saja mengambil foto-foto disana.
Oh ya perlu saya informasikan
jika gate menuju Taj Mahal memang di jaga ketat oleh tentara India. Mereka
menjaga setiap bangunan bersejarah di India, benar-benar sangat menghargai
warisan heritage nya. Sedangkan di dalam ruangan utama bangunan Taj Mahal
ada 2 buah makam saja yaitu makam dari Raja Shah Jahan tersebut juga makam dari
istrinya Mumtaz Mahal.
#Sejarah Taj Mahal. Tāj Mahal
adalah sebuah monumen yang terletak di Agra, India. Dibangun atas keinginan
Kaisar Mughal Shāh Jahan putera dari Kaisar Jahangir, atau cucu dari Kaisar Jalaludin
Muhammad Akbar, sebagai sebuah musoleum untuk istri Persianya, Arjumand Banu
Begum atau Mumtaz-ul-Zamani atau Mumtaz Mahal. Pembangunannya menghabiskan
waktu 22 tahun (1630-1653) dan merupakan sebuah mahakarya dari arsitektur
Mughal. Mumtaz Mahal wafat saat melahirkan anak ke 14 karena komplikasi dan
karena itulah Shah Jahan mendirikan bangunan ini untuk mengenang istrinya
tersebut, dimana bangunan Taj Mahal ini dikerjakan oleh sekitar 20 ribu pekerja
dan setelah selesai, maka Shah Jahan memotong tangan para pekerja agar tidak
ada bangunan yang menyamai Taj Mahal.
#Bangunan Taj Mahal terdiri dari batu-batu alam marmer berwarna putih tulang. Jadi wajar jika kita di minta melepas alas kaki di sekitar bangunan karena khawatir menggores kilauan marmer tersebut. Ukiran di dalam ruangan adalah ukiran marble yang timbul dan asli dari pahatan batu-batu yang di desain membentuk hiasan bunga. Di dalam juga ada tempat-tempat dan pojok-pojok yang di gunakan untuk beribadah. Setiap hari Jumat, bangunan ini di tutup untuk umum karena difungsikan sebagai tempat solat Jumat bagi kaum muslim India. Taj Mahal buka dari pagi hari sampai pukul 5 petang. Hawa dingin di Agra membuat begitu jadi sejuk dan saya sempatkan untuk menunggu sunset diteras Taj Mahal. Barulah saat adzan magrib berkumandang, kami meninggalkan Taj Mahal dengan rasa kagum yang dalam. Saya sempatkan juga untuk membeli cinderamata berupa repelika miniatur Taj Mahal dari marbel untuk oleh-oleh di bawa pulang ke Indonesia. Tentu saja masih banyak orang india yang gigih tetap menawarkan saya oleh-oleh khas Agra lainnya. Bila tidak berminat karena kasian mereka mengikuti terus dan saya merasa risih, saya katakan tidak mau dalam bahasa Hindi 'Nahin Chahiye' dengan begitu mereka mengerti dan tidak menawarkan lagi. Jadi mereka berpikir saya adalah orang India juga.
#Bangunan Taj Mahal terdiri dari batu-batu alam marmer berwarna putih tulang. Jadi wajar jika kita di minta melepas alas kaki di sekitar bangunan karena khawatir menggores kilauan marmer tersebut. Ukiran di dalam ruangan adalah ukiran marble yang timbul dan asli dari pahatan batu-batu yang di desain membentuk hiasan bunga. Di dalam juga ada tempat-tempat dan pojok-pojok yang di gunakan untuk beribadah. Setiap hari Jumat, bangunan ini di tutup untuk umum karena difungsikan sebagai tempat solat Jumat bagi kaum muslim India. Taj Mahal buka dari pagi hari sampai pukul 5 petang. Hawa dingin di Agra membuat begitu jadi sejuk dan saya sempatkan untuk menunggu sunset diteras Taj Mahal. Barulah saat adzan magrib berkumandang, kami meninggalkan Taj Mahal dengan rasa kagum yang dalam. Saya sempatkan juga untuk membeli cinderamata berupa repelika miniatur Taj Mahal dari marbel untuk oleh-oleh di bawa pulang ke Indonesia. Tentu saja masih banyak orang india yang gigih tetap menawarkan saya oleh-oleh khas Agra lainnya. Bila tidak berminat karena kasian mereka mengikuti terus dan saya merasa risih, saya katakan tidak mau dalam bahasa Hindi 'Nahin Chahiye' dengan begitu mereka mengerti dan tidak menawarkan lagi. Jadi mereka berpikir saya adalah orang India juga.
Tak lupa saya juga menyempatkan
diri untuk menikmati sensasi jajan di pinggir jalan mencoba 'Pani Puri, 'Gulab
Jamun' dan susu segar. Sepanjang jalan menuju hotel kami selalu mendengar
lantunan lagu Bollywood 'Prem Ratan Dan Payo'. Untuk kembali ke hotel saya
merasa sangat lelah jadi saya mencoba naik rikshaw (kalau di indonesia seperti
becak hanya saja posisi kita ada dibelakang pengendara sepedanya) dengan
memberikan ongkos sebesar 50 Ruppe sampai hotel (tiba di hotel saya tambah jadi
100 Ruppe karena merasa kasian). Sepanjang jalan pulang dari komplek Taj Mahal
saya pun melihat sekeliling kawasan teresebut dan sempat merasa heran dengan
berdirinya tenda-tenda di pinggir jalan yang ternyata adalah tempat tinggal
warga India yang miskin tidak punya tempat tinggal.
Sesampainya di hotel, saya solat dulu dan cengkrama dengan para turis lain yang ada di hotel karena mereka akan mengadakan acara api unggun di halaman depan. Waah saya ingin mengikuti event tersebut. Tapi sayangnya, teman saya meminta saya ikut dengannya karena di jemput untuk menghadiri makan malam di tempat lain. Jadilah saya pergi dengannya menuju salah satu hotel berbintang dan bertemu teman lain. Kami makan malam tepat di balkon atas hotel dengan suasana udara terbuka dan dingin.
Disana saya bisa melihat langsung chef hotel membuat berbagai macam 'Tandoor' yang akan di hidangkan nanti. Kami ngobrol-ngobrol dan berdiskusi mengenai banyak hal, termasuk salah satunya adalah meminta supaya jika mampir ke agra tidak usah menginap di hotel, jadi mereka yang akan menjamu lagi nanti. Saya hanya senyum-senyum saja. Tak terasa sudah jam 10 malam dan udaranya semakin dingin sekali lalu kami pulang ke hotel dan sepanjang jalan, kota Agra sangat tenang. Saya merasakan kota Agra seperti kota Bogor di malam hari. Jadi tidak seperti sedang berada di India. Kami tiba di hotel dan tampak beberapa teman lain masih berdiskusi di taman yang ada api unggun tersebut. Saya mengikuti sebentar dan karena mata sudah tidak bisa bersahabat ditambah ubuh kami harus kembali ke Delhi. Jadi kami pamitan untuk istirahat duluan.
Sesampainya di hotel, saya solat dulu dan cengkrama dengan para turis lain yang ada di hotel karena mereka akan mengadakan acara api unggun di halaman depan. Waah saya ingin mengikuti event tersebut. Tapi sayangnya, teman saya meminta saya ikut dengannya karena di jemput untuk menghadiri makan malam di tempat lain. Jadilah saya pergi dengannya menuju salah satu hotel berbintang dan bertemu teman lain. Kami makan malam tepat di balkon atas hotel dengan suasana udara terbuka dan dingin.
Disana saya bisa melihat langsung chef hotel membuat berbagai macam 'Tandoor' yang akan di hidangkan nanti. Kami ngobrol-ngobrol dan berdiskusi mengenai banyak hal, termasuk salah satunya adalah meminta supaya jika mampir ke agra tidak usah menginap di hotel, jadi mereka yang akan menjamu lagi nanti. Saya hanya senyum-senyum saja. Tak terasa sudah jam 10 malam dan udaranya semakin dingin sekali lalu kami pulang ke hotel dan sepanjang jalan, kota Agra sangat tenang. Saya merasakan kota Agra seperti kota Bogor di malam hari. Jadi tidak seperti sedang berada di India. Kami tiba di hotel dan tampak beberapa teman lain masih berdiskusi di taman yang ada api unggun tersebut. Saya mengikuti sebentar dan karena mata sudah tidak bisa bersahabat ditambah ubuh kami harus kembali ke Delhi. Jadi kami pamitan untuk istirahat duluan.
#Masih di Agra. Mengunjungi kota
Agra sebenarnya tidak cukup hanya sehari karena ada begitu banyak tujuan wisata
yang dapat di kunjungi selain Taj Mahal dan Agra Fort. Di sana juga ada
Fatehpursikri, Baby Mehtab, dll. Namun untuk ke fatehpursikri jaraknya sekitar
45km dari bangunan Taj Mahal dapat ditempuh dalam kurang lebih 35 menit. Disana
ada dargah Salim Kristi yang terkenal. Tapi sayangnya, saya tidak sempat
mengunjungi tempat tersebut karena saya masih harus melanjutkan perjalanan
kembali ke Delhi. Saya juga melewatkan kunjungan ke Jaipur karena waktunya
sangat sempit. Saya melewatkan kota yang katanya lebih indah dari Agra itu.
Tapi apa boleh buat, saya memang di kejar waktu untuk kesana kesini. Seperti
yang saya sampaikan diawal, kemana-mana itu sangat jauh.
Subuh sekali kami bertolak ke Delhi dari hotel tempat menginap di Agra. Dinginnya luar biasa. Bagi saya yang baru merasakan musim dingin ini sedikit mulai mengganggu pernafasan karena saya mengalami flu berat dengan hidung mimisan. Mungkin selain cuaca juga karena kecapaian, dengan aktifitas dan di tambah udara yang kering meskipun suhu dingin membuat saya bersin-bersin. Saya dopping dengan vitamin dan obat agar saya tidak sakit dan demam selama di India. Kami menaiki kereta api dari stasiun Agra Cant menuju Delhi. Kami diantarkan pagi-pagi buta sampai stasiun.
Subuh sekali kami bertolak ke Delhi dari hotel tempat menginap di Agra. Dinginnya luar biasa. Bagi saya yang baru merasakan musim dingin ini sedikit mulai mengganggu pernafasan karena saya mengalami flu berat dengan hidung mimisan. Mungkin selain cuaca juga karena kecapaian, dengan aktifitas dan di tambah udara yang kering meskipun suhu dingin membuat saya bersin-bersin. Saya dopping dengan vitamin dan obat agar saya tidak sakit dan demam selama di India. Kami menaiki kereta api dari stasiun Agra Cant menuju Delhi. Kami diantarkan pagi-pagi buta sampai stasiun.
#Apa yang terjadi di stasiun
kereta api Agra? Woow saya merasa heran dengan hilir mudik orang-orang yang
akan naik kereta. Di tambah banyak yang tidur dilantai stasiun membuat susah
melangkah. Mereka tidak menginap di hotel-hotel tapi menginap distasiun dan ada
yang membawa keluarganya juga disamping barang bawaan mereka yang banyak. Beruntungnya
saya selama di Agra atau India, di tempat-tempat umum tidak ingin bolak balik
ke kamar mandi jadi aman buat saya untuk tidak ke kmar mandi umum. Jadi saya
tidak tahu bagaimana keadaannya.
Kami langsung bergegas menunggu
kereta yang datang dan setelah itu kami dapatkan seat yang sudah kami booking.
Kami menempati ruangan kelas pertama dengan sleeper chair alias bisa
melanjutkan tidur lagi di kereta. Dalam 1 ruangan ada 4 tempat tidur tingkat
tapi ternyata yang terpakai hanya untuk kami saja.
Padahal saya membayangkan tadinya bisa bareng juga dengan penumpang lain, tapi ya sudahlah saya nikmati perjalanan itu dengan tidur lagi. Sebelum kereta berangkat, kami sempatkan sarapan dulu dengan 'chai' / teh India dan roti. Setelah itu waktu menunjukkan pukul 6 pagi dan masih gelap juga berkabut, kereta pun jalan dan setelah solat subuh saya pun tidur lagi. Lumayan sampai Delhi jadinya tidur di kereta. Sesekali saya terbangun dan melihat pemandangan keluar tapi tertutup kabut jadi tidak ada yang bisa saya ceritakan selain tidur dulu.
Padahal saya membayangkan tadinya bisa bareng juga dengan penumpang lain, tapi ya sudahlah saya nikmati perjalanan itu dengan tidur lagi. Sebelum kereta berangkat, kami sempatkan sarapan dulu dengan 'chai' / teh India dan roti. Setelah itu waktu menunjukkan pukul 6 pagi dan masih gelap juga berkabut, kereta pun jalan dan setelah solat subuh saya pun tidur lagi. Lumayan sampai Delhi jadinya tidur di kereta. Sesekali saya terbangun dan melihat pemandangan keluar tapi tertutup kabut jadi tidak ada yang bisa saya ceritakan selain tidur dulu.
#Masih di kereta, belum sampai
juga di Delhi dan saya merasakan dingin yang sangat padahal sudah berselimut
lengkap dengan embel-embel musim dingin, tapi tetap dinginnya menusuk tulang.
Saya mengamati sekitar jalur rel kereta yang kami lalui, kadang saya masih
melihat hamparan kebun-kebun bunga seperti yang saya lihat saat menuju Agra
menggunakan mobil, dan sesekali saya melihat tenda-tenda yang saya lihat di
Agra juga sepulang dari Taj Mahal, yang ternyata bagi negara India inilah wajah
kaum masyarakat miskin dan kumuh yang banyak diperbincangkan bahwa India itu
negara miskin. Memang mereka berkelompok membuat sebuah kumpulan tempat tinggal
dan sangat kotor sekali. Biasanya kumpulan tenda kumuh tersebut menandakan
berarti sudah dekat dengan ibukota Delhi. Mereka banyak sekali hampir ditiap
titik. Pemandangan yang akhirnya saya temukan dari cerita teman-teman yang
sudah pernah ke India. Tapi ini hanya sebagian kecil saja, saya mungkin bisa
menemukan banyak lagi di tempat lain. Permasalah ibukota memang seperti itu
jika pemerintah tidak bisa memfasilitasi jumlah penduduk yang membludak ke
ibukota tanpa punya keahlian untuk mendapatkan kehidupan yang layak. Sama saja
di Indonesia juga begitu kok, tidak jauh.
Saya menjadi sangat tidak sabar
ingin segera sampai karena di dalam kereta karena merasa sangat dingin. Baru 5
stasiun lagi sampai di stasiun Delhi, saat kereta tiba disetiap stasiun saya
memesan teh karena kedinginan. Saat berhenti biasanya disekitar jalur tersebut
ada orang-orang yang membawa ceret/teko untuk menjajakan minuman 'chai' / teh
India ke dalam gerbong kereta. Hangatnya teh bisa membuatku sedikit hangat dan
tidak bisa melanjutkan tidur lagi. Kereta sempat telat 1 jam sampe di stasiun
Delhi, harusnya tiba pukul 10:30 ternyata sampai pukul 11:30 siang. Akhirnya
setelah melewati stasiun Nizamudin, kami tiba di Delhi dan langsung menyebrangi
jembatan untuk keluar menuju kereta Metro yang akan membawa kami ke hotel
sekitar Karol Bhagh.
#Ya ampun, suasana saat akan naik
kereta api Metro membuat saya sedikit stres karena penumpang yang menumpuk dan
bising sekali teriak-teriak. Sementara teman saya menukarkan tiket, saya
menunggu di tempat yang sedikit luas bersama dengan yang lain. Lumayan bisa
menghirup sedikit udara segar, karena di dalam sangat pengap dengan banyaknya
penumpang lain. Saya sempat senyum-senyum kepada salah satu penumpang pengantin
India. Unik sekali pokoknya. Sayangnya saya tidak sempat minta di foto dengan
pengantin wanita tersebut.
Setelah itu kami ikut mengantri
menuju jalur kereta Metro. INGAT yaa satu hal ini juga, BUDAYAKAN ANTRI! Di
sana orang India banyak yang menyerobot antrian dan saya menjadi sedikit
melotot dan mengatakan 'please queue' kepada orang tersebut yang menandakan
bahwa saya tidak suka dengan cara dia. Akhirnya orang tersebut mengalah dan
mengantri dibelakang yang lainnya. Kebiasaan tersebut sebenarnya sepele tapi
jangan di biasakan apalagi jika kita berada di negara orang. Saya berani tegas
seperti itu dan sempat di perhatikan orang-orang agar mereka tahu aturan bahwa
hal itu tidak baik. Teman saya sampai geleng-geleng kepala karena saya termasuk
berani menegur kebiasaan yang sudah biasa ini di sana. Yaa begitulah India dari
sebagian orangnya.
Masih berjuang untuk naik kereta
Metro, kami bingung dengan line yang membuat saya sempat mulai tidak sabaran.
Di sana berlalu lalang orang dengan kesibukan mereka, ditambah kami bingung
jalur mana yang harus kami naiki untuk sampai di tempat tujuan. Di sana ada 3
jalur kuning, merah dan biru. Salah jalur bisa salah naik kereta Metro nanti.
Jalur-jalur tersebut ada yang menyambungkan dengan jalur sampai ke Utara dan
selatan. Saat itu kami ada di Rajiv Chowk, dan kami harus ke jalur biru dari
jalur kuning untuk bisa menuju tempat kami menginap.
Oh yaa,, untuk menuju bandara IGI
di terminal 3 bisa menggunakan Kereta Metro juga sangat efektif dan cepat hanya
sekitar 30 menit saja. Tapi tidak bisa dipastikan ketepatan tiba keretanya,
jadi jika tidak terburu-buru memang ada baiknya menggunakan kereta metro saja
dan jika tiket pesawat kita di terminal 3 maka gratis, hanya tinggal
menunjukkan tiket pesawat saja.
Yaa akhirnya kami memang sempat
nyasar juga salah naik kereta dan salah turun distasiunnya. Kami tertawa-tawa
saja menikmati dan menganggap sebagai kekonyolan kami yang terlihat baru
pertama naik kereta metro di Delhi. Maklum teman saya juga jarang ke Delhi jadi
dia juga tidak terlalu hafal jika menggunakan fasilitas umum. Kereta Metro ini
mirip dengan kereta commuter line di Indonesia. Karena populasi di India sangat
padat dan menyebabkan macet dimana-mana bagi yang memiliki kendaraan, mereka
lebih baik memanfaatkan kereta metro ini. Jangan ditanya jika penuhnya kereta
ini apalagi saat pagi hari orang mulai berangkat beraktifitas kerja dan saat
jam pulang kantor. Gerbongnya juga sama dengan model kereta kita, untuk gerbong
laki-laki dan perempuan di pisah. Yaa begitulah kehidupan dan aktifitas warga
Delhi siang itu.
# akhirnya sampailah kita
distasiun Metro 4 rail station Karol Bhagh yang dekat dengan tempat kami akan
menginap. Sengaja sekali lagi saya yang memilih hotel ini, sampai teman saya
heran kenapa saya menolak di pesankan hotel bintang 4. Karena saya ingin
melihat kesibukan Karol Bhag seperti yang saya dapatkan dari banyak cerita di
bloger travelers. Saya ingin tahu kepadatan daerah tersebut dan segala
aktifitasnya didaerah tersebut. Karol Bhagh memang sangat padat sekali, banyak
blok-blok dan luasnya sampai membuat kita saja selalu nyasar jika bepergian.
Karena kawasan ini juga berdampingan dengan pusat belanja dan toko-toko yang
murah. Surganya para turis alah satunya disini. Berbagai macam toko ada semua
disini termasuk money changer jika kalian mau menukarkan uang dollar kalian.
Tapi tetap hati-hati dengan membandingkan nilai tukar saat itu. Biasakan
bertanya dan bandingkan nilai tukar 100 dollar terhadap Ruppe yang akan kita
dapat.
Kita harus lebih pintar untuk
yang satu ini. Mungkin karena saya pernah bekerja di salah satu bank, jadi saya
bisa mengerti selisih Bid Offer spread-nya jika mau menukarkan uang. Lumayan
lho kalau kita tidak pintar berhitung, kita akan rugi dan merasa tertipu.
Contoh saat itu saya coba tukarkan uang 100 Dollar ke money changer pertama
dihargai dengan mendapat 6700 Ruppe. Saya sudah menghitung dari Indonesia sebelumnya
berapa Ruppe jika saya menukarkan 100 dollar dan nilai tukar senilai itu cukup
pantas. Nilai Ruppe di Indonesia dan di India berbeda sangat jauh. Lebih mahal
menukar Ruppe di Indonesia. Saat itu kurs mata uang Ruppe adalah 210 Rupiah dan
bisa berubh-ubah.
Saya coba di tempat lain masih
sama juga. Lalu mencoba menukar ditempat ke 3 baru terjadi selisih yang lumayan
beberapa ratus Ruppe. Sepele yaa?! TIDAK bisa! Kalau mau pake cara berhitung
nilai tukar ditempat pertama dan kedua sama itu sudah membuat keuntungan untuk
si Money Changernya. Nah yang tempat ke 3 malah nilai keuntungannya berlipat
ganda. Sudah saya sampaikan sistem keuntungan penukaran uang, kalian harus
cerdik. Jangan mau kalian menukarkan 100 Dollar dikedua tempat mendapat 6700
Ruppe tapi ditempat ke 3 menjadi 6500 Ruppe. Selisih 200 Ruppe itu lumayan bisa
buat kalian beli oleh-oleh gelang.
Jadi perhatikan yaa untuk yang
satu ini jika kalian mau irit. Saya tidak menakuti dan membuat perhitungan
dengan hal ini, hanya saja saya berpesan supaya tidak tertipu saat bertransaksi
hal semacam ini dimanapun negara yang kalian kunjungi. Saya belajar dari
pengalaman jadi saya bisa bagikan kepada kalian. Jika kalian menemukan hal
semacam ini, cari lagi money changer lain yang jika memungkinkan sama nilai
tukarnya dengan yang pertama tadi. Mereka akan berkilah jika nilai tukar Ruppe
berubah, memang nilai tukar akan selalu berubah, tapi tidak akan drastis paling
hanya berubah dipoint saja. Nah kalau menemukan tidak wajar, cari yang lain
yaa. Kalian pasti bisa berhitung jika menukar 100 Dollar akan dapat berapa
Ruppe yang seharusnya. Begitu yaa.. Cari money changer yang berani menawar
mahal membeli nilai Dollar kita, itu yang kita ambil.
#Sesampainya di stasiun kami
bergegas mencari hotel. Setelah berkeliling akhirnya kami menemukan hotel kami
ini namanya Hotel View Garden. Memang di sebelahnya ada taman hijau yang
membuat makin asri. Hotel ini juga tidak jauh dari stasiun kereta Metro dan
dekat dengan pasar/ Gaffar Market. Niat awal saya juga disini bisa mudah
mencari oleh-oleh agar tidak usah jauh-jauh mencari ketempat lain. Setiba di
hotel saya langsung mandi dan solat. Maklum subuh dari Agra saya tidak
sempatkan mandi, karena dingin sekali dan khawatir membuat saya menjadi beser
alias maunya ke toilet terus. Jadilah saya mandi di hotel Delhi. Kamarnya bagus
dan lumayan bersih, serta luas. Saya memandang ke arah jendela juga
berdampingan dengan rumah-rumah penduduk yang bertingkat. Jalan arah ke hotel
ini tidak ramai jadi hanya berderet rumah-rumah saja. Sehingga tidak bising
dengan aktifitas yang ramai sekali. Kami tidak bisa berleha-leha setiba di
Delhi. Selain kami merasa lapar karena belum sempat makan, setelah beristirahat
sebentar lalu kami melanjutkan perjalanan untuk menuju Jama Masjid dan Chandni
Chowk di sekitar kawasan Old Delhi. Tapi sebelumnya kami makan dulu yaa. Karena
teman saya ini adalah vegetarian, jadi saya mengikuti saja makan di resto
Udupi. Saya memesan paket Thali makanan dari India Selatan dan memesan air
mineral.
#PENTING! Perhatikan baik-baik
yaa teman. Jika kalian makan bukan di restauran berkelas atau kedai resto
biasa, kalian akan di suguhi minuman dalam teko stainless steel. Jangan
mengambil resiko lebih baik biasakan minta air dalam kemasan atau air mineral.
Harganya hanya 20 Ruppe (Rp.4000) tapi tidak membuat kalian sakit perut. Air
dalam teko memang gratis tapi tidak menjamin bersih dan matang. Saya termasuk
orang yang tidak mau asal makan dan minum pasti saya lihat dulu kebersihannya.
Teko air minum dari stainless itu sungguh unik dan saya senyum-senyum saja
melihatnya.
Restauran berkelas saja belum
tentu bersih, jadi saya ke India juga membawa sedotan. Jangan tertawa yaa
karena ini berguna buat kalian selama disana. Meskipun minum di dalam kemasan,
saya menggunakan sedotan. Kita kan tidak tahu kebersihannya juga. Jadi saya
berjaga-jaga seperti itu. Tidak lupa saya selalu bawa hand sanitizer untuk
mencuci tangan setiap akan makan apapun. Dasar saya ini karnivora, dikasih
makanan sayuran semua rasanya ada yang hambar. Apalagi dimusim dingin begitu
pasti maunya yang hangat-hangat. Tapi saya juga suka sayuran jadi saya maklumi
saja karena tidak mau menyinggung teman saya. Lagipula selama disana saya
memang menganjurkan makan vegetarian saja jika kita muslim. Karena saya melihat
sendiri ayam yang dipotong bukan dengan cara islam. Di sana surganya makanan
dan kuliner tapi tetap yaa halal nya makanan juga perlu diperhatikan. Kecuali
jika makan direstoran yang bertulisakan Halal, seperti retoran Shalimar.
#selesai makan yang hanya perlu
membayar 100 Ruppe (sekitar Rp. 21 ribu) untuk berdua, kami lanjutkan
perjalanan menuju tempat yang ingin kami kunjungi tadi. Saya sempat dikejar
pengemis disekitar stasiun karena memberi uang kepada pengemis anak-anak. Itu
sungguh menegangkan. Lalu kami naik kereta Metro lagi karena lebih dekat dan
kali ini kami sudah hafal jalurnya dimana harus berhenti. Dari Karol Bhagh
menuju Rajiv Chowk dan lanjut ke Chandni Chowk.
Keluar dari stasiun kami
menyusuri jalan-jalan mulai membuat saya stres nih di sini. Jalanannya kotor
sekali berdebu dan kendaraan disana itu tidak sabaran alias bunyi klakson
dimana-mana dan parkir sembarangan. Kami menuju Jama Mesjid dulu yang
ternyata akan segera ditutup. Kami memohon untuk bisa sebentar saja masuk
karena sudah berada disana dan saya sampaikan saya mau solat atau 'Namaz'
karena saya seorang muslim. Penjaga disana heran karena biasanya jarang wanita
solat disitu biasanya khusus laki-laki muslim saja. Saya sampaikan jika saya
ingin mengerjakan Namaz dan datang dari jauh. Akhirnya di izinkan masuk dan
saya ambil foto-foto di sana. Saya tidak solat karena sudah saya Jama saat di
hotel.
Selama di India saya menJama
solat saya karena jauhnya perjalanan dan disana tidak semua mesjid mengijinkan
wanita untuk solat. Jadi saya Jamak saja waktu solat saya saat di hotel. Tak
lama dari sana barulah saya di bawa menyusuri kepadatan Chandni Chowk.
#menyusuri Chandni Chowk yang
merupakan kawasan Old Delhi membuat saya lelah selain jalanan yang kotor
berdebu, padat dan semraut antara kendaraan, parkir motor, orang berjualan,
binatang dan kemacetan. Saya merasa stres dan mulai kesal karena teman saya
mengambil uang dan lama sekali membuat sudah tidak berminat untuk membeli
oleh-oleh disekitar tempat tersebut. Di Chandni Chwok banyak toko yang menjual
beraneka barang dengan harga murah. India memang surganya belanja, tapi
sayangnya saya sudah tidak mood belanja karena saya ingin langsung ke Indian
Gate saja.
Kota Delhi memang kota besar dan padat dan tentu saja masalah utama sama dengan Jakarta, yaitu macet dan tindak kriminal. Belum lagi dikeramaian tersebut banyak juga laki-laki berkulit hitam India dipinggir jalan yang selalu memperhatikan. Banyak kasus terjadi di India untuk turis luar jadi saya harus bersikap biasa saja bahkan berusaha menunjukkan sikap tegas dan mereka pun berlalu. Jadi ingat yaa selama di India jangan mudah untuk terlihat ramah jika bukan pada orang yang kita kenal. Ditempat keramaian seperti itu hati-hati dengan handpone atau dompet. Karena banyak copet juga. Terlebih gunakan pakaian yang tertutup saja untuk menghindari pelecehan ditempat umum. Jaga baik barang-barang yang kita bawa dan pandailah membawa diri.
Kota Delhi memang kota besar dan padat dan tentu saja masalah utama sama dengan Jakarta, yaitu macet dan tindak kriminal. Belum lagi dikeramaian tersebut banyak juga laki-laki berkulit hitam India dipinggir jalan yang selalu memperhatikan. Banyak kasus terjadi di India untuk turis luar jadi saya harus bersikap biasa saja bahkan berusaha menunjukkan sikap tegas dan mereka pun berlalu. Jadi ingat yaa selama di India jangan mudah untuk terlihat ramah jika bukan pada orang yang kita kenal. Ditempat keramaian seperti itu hati-hati dengan handpone atau dompet. Karena banyak copet juga. Terlebih gunakan pakaian yang tertutup saja untuk menghindari pelecehan ditempat umum. Jaga baik barang-barang yang kita bawa dan pandailah membawa diri.
Karena saya sudah mulai cape maka
setiap saya masuk toko untuk membeli Saree (pakaian khas India) membuat saya
sudah tidak berminat. Disana Saree dijual dengan harga yang beragam dari
sekitar 300 Ruppe sampai ada yang harga 1000 atau 3500 Ruppe (sekitar 60 ribu
untuk yang murah dan 600 ribu untuk yang mahal), yang harga diatas itu juga
ada, tergantung kualitas bahan dan banyaknya bordir atau payet. Semakin
banyak yang ditunjukkan malah membuat saya jadi pusing dan bingung, apalagi
sang penjual kain tak berhenti bicara menawarkan jenis lainnya dan mulai
memaksa dengan harga yang sebenarnya dapat ditawar. Akhirnya saya putuskan
tidak jadi membeli karena saya jadi sakit kepala. Orang India itu gigih kalau
menawarkan barang jualan. Saya mulai kehilangan mood dan tidak fokus, melihat
itu teman saya mengajak untuk mengunjungi toko manisan saja (mithai dukan).
Ditambah lagi saya melihat beberapa keluarga makan dipinggir jalan dan minum
dengan menggunakan gayung yang dipakai untuk mandi. Saya tertawa ngekeh disana.
Unik tapi seperti hiburan buatku. Barulah disana saya bisa tersenyum dan
menikmati banyaknya aneka macam manisan India dengan harga yang murah. Jika
beli di Jakarta mungkin mahal. Disana saya puas-puaskan menikmati 'Rasmalai',
'Gulab Jamun', 'Jelebi', dan lainnya.
Saya mulai tidak sabar
ingin segera menuju Indian Gate. Lalu kami bergegas naik taxy menuju Indian
Gate. Saat itu menunjukkan pukul 6 sore dan suara adzan terdengar untuk orang
muslim melakukan solat. Sayangnya saya sudah ditaxy dan menjamak solat maghrib
tersebut. Menyusuri jalanan yang macet dan udara yang sangat dingin membuat
saya lapar, tapi saya harus ke Indian Gate dulu, lalu sampailah kami sekitar
pukul 7 kurang. Dari Old Delhi menuju Indian Gate kami membayar 400 Ruppe atau
sekitar Rp. 84 ribu. Di sana suasana-nya ramai sekali. Maklum karena mendekati
hari libur tahunan. Seperti di Monas Jakarta jika ada hiburan. Padahal
disekitar Indian Gate tidak ada hiburan apapun, tapi pengunjungnya banyak
sekali dan ramai. Anak-anak, para remaja dan orang tua tumpah ruah disana.
Indian Gate adalah monumen nasional India yang terletak di jantung kota New Delhi. Indian Gate dirancang Sir Edwin Lutyens. Aslinya gerbang ini dikenal dengan nama "Tugu Peringatan Perang Seluruh India", dan menjadi markah tanah penting di Delhi yang memperingati pengorbanan 90.000 tentara India Britania yang tewas membela Imperium Britania di India pada Perang Dunia I dan Perang Inggris-Afghan III. Bangunan ini terbuat dari patu pasir merah dan batu granit. Setelahkemerdekaan India, Indian gate menjadi tugu peringatan tentara tak dikenal oleh Tentara India, yang dikenal dengan nama Amar Jawan Jyoti (api gelora tentara abadi). Mungkin karena itulah malam itu ramai dikunjungi turis lokal maupun mancanegara.
Indian Gate adalah monumen nasional India yang terletak di jantung kota New Delhi. Indian Gate dirancang Sir Edwin Lutyens. Aslinya gerbang ini dikenal dengan nama "Tugu Peringatan Perang Seluruh India", dan menjadi markah tanah penting di Delhi yang memperingati pengorbanan 90.000 tentara India Britania yang tewas membela Imperium Britania di India pada Perang Dunia I dan Perang Inggris-Afghan III. Bangunan ini terbuat dari patu pasir merah dan batu granit. Setelahkemerdekaan India, Indian gate menjadi tugu peringatan tentara tak dikenal oleh Tentara India, yang dikenal dengan nama Amar Jawan Jyoti (api gelora tentara abadi). Mungkin karena itulah malam itu ramai dikunjungi turis lokal maupun mancanegara.
Disana juga banyak pedagang
menjajakan dagangan mereka mulai dari Chai, kacang rebus, mainan anak, bahkan
juru foto. Saya mencoba memakai jasa foto untuk 20 ruppe/ 1x foto itupun
setelah tawar menawar karena mereka menawarkan 50 Ruppe per foto. Murah yaa
hanya sekitar 4 ribu saja dan langsung jadi hanya menunggu sekitar 15 menit
saja dengan ukuran foto 4R. Saya memesan 10 foto yang berarti membayar 200
Ruppe (sekitar 42 ribu), puaslah bisa diabadikan di Indian Gate meskipun
sebetulnya bisa ambil foto sendiri. Saya juga sempat berbincang-bincang dengan
para tukang foto tersebut dan mereka banyak memberikan informasi mengenai
Indian Gate dan destinasi Delhi selanjutnya. Saya juga mengenalkan mata uang
rupiah kepada mereka yang tentu saja membuat mereka kaget karena mengira nilai
mata uang Indonesia itu tinggi sekali. Saya perlihatkan 1 lembar uang 100 ribu
yang bagi mereka jika ditukar menjadi sekitar 500 Ruppe dan bisa untuk biaya
hidup selama 1 minggu. Yaa begitulah kira-kira obrolan yang saya bincangkan
dengan mereka, yang membuat mereka jadi mengetahui negara lain dan
tertarik untuk mengunjungi Indonesia suatu hari nanti.
Karena udara cukup dingin sekali dan perut saya kembung karena selalu minum 'Chai' dan belum makan jadi saya cukupkan mengunjungi Indian Gate malam itu dan kembali ke hotel sekaligus mencari makanan. Saya mencoba naik 'tuktuk' dan pengemudinya seorang bapak yang sudah sangat tua. Saya selalu bertanya padanya disela kemacetan kota Delhi yang hampir 1,5jam lamanya tersebut. Teman saya hanya senyum-senyum dan menggelengkan kepala sesekali ikut nimbrung karena saya mudah dan cepat beradaptasi dengan warga lokal. Niat saya malam itu ingin makan junkfood seperti McD sesampainya di daerah Gaffar Market Karol Bhag saya mencari McDonnald di hiruk pikuk daerah tersebut. Kami berjalan dari jalan utama karena nyasar. Maklum banyak blok-blok bangunan dan keramaian orang-orang membuat kami lupa jalan kearah hotel.
Karena udara cukup dingin sekali dan perut saya kembung karena selalu minum 'Chai' dan belum makan jadi saya cukupkan mengunjungi Indian Gate malam itu dan kembali ke hotel sekaligus mencari makanan. Saya mencoba naik 'tuktuk' dan pengemudinya seorang bapak yang sudah sangat tua. Saya selalu bertanya padanya disela kemacetan kota Delhi yang hampir 1,5jam lamanya tersebut. Teman saya hanya senyum-senyum dan menggelengkan kepala sesekali ikut nimbrung karena saya mudah dan cepat beradaptasi dengan warga lokal. Niat saya malam itu ingin makan junkfood seperti McD sesampainya di daerah Gaffar Market Karol Bhag saya mencari McDonnald di hiruk pikuk daerah tersebut. Kami berjalan dari jalan utama karena nyasar. Maklum banyak blok-blok bangunan dan keramaian orang-orang membuat kami lupa jalan kearah hotel.
Sambil terus berjalan sesekali
saya coba berhenti di toko gelang-gelang dan membeli banyak dengan harga yang
menurutku lumayan murah jika dibandingkan harga gelang India di Indonesia.
Gelang biasa dibandrol sekitar 30 Ruppe atau setara dengan 6 ribu rupiah. Ada
juga yang harganya sekitar 150 Ruppe atau sekitar 31 ribu Ruppiah sampai 250
Ruppe atau sekitar 52 ribu Ruppiah. Saya ingat membeli sekitar 1000 Ruppe (Ek
Hazar Ruppe) atau sekitar 210 ribu Rupiah. Banyak yaa, saya pikir cukup lah
oleh-oleh India untuk dibagikan. Saya juga membeli beberapa set 'Bindi' hiasan
dikening yang dipakai wanita India. Harganya murah sekali hanya 10 Ruppe saja
atau sekitar Rp. 2000-an. Saya tidak beli banyak, secukupnya saja. Karena saya
pasti kebingungan juga membawanya jika terlalu banyak. Harga gelang-gelang
India di Indonesia dengan 210 ribu mungkin bisa dapat cuma 1 set saja, gelang
biasa bisa seharga 75-90 ribu Rupiah. Makanya saya ambil banyak (walaupun
sebenarnya pas sampai di Indonesia ternyata kurang banyak karena tidak cukup
untuk dibagikan ke keluarga atau teman-teman. Tahu begitu saya beli seabrek
saja yaa .. :)
Setelah itu baru kami sampai
ditempat makan McDonnald dan benar saja ternyata disana makannya tidak seperti
di Indonesia. Semua menu seperti burger lengkap dengan roti. Akhirnya saya
tidak jadi beli lagipula temanku seorang vegetarian dan kami memilih makan
direstoran vegetarian biasa saja. Saya memesan nasi Chiecken Biryani yang 1
porsi bisa untuk 3 orang.Sedangkan teman saya memesan nasi vegetarian Biryani.
Sepulang dari sana saya masih juga membeli gula-gula dan mencoba makanan
dipinggir jalan berupa 'Pani Puri', 'Dahi Puri' dan 'chat'. Baru setelah
berjalan lama menyusuri keramaian Gaffar market tibalah kami di hotel pukul 11:30
malam. Akhirnya kami bisa beristirahat untuk memulihkan tenaga esok hari
mengunjungi Red Fort dan Janta Mantar. Hawa yang sangat dingin dengan heater
tetap membuat saya tidak melepas sweater dan jacket yang saya pakai plus kaos
kaki. Benar-benar sangat dingin dengan cuaca saat itu 11 derajat.
#Perlu di Ingat kenapa saya
mencoba untuk memilih hotel dikawasan Karol Bhag, karena saya ingin tahu
seperti apa daerah tersebut yang dikenal murah meriah untuk hotelnya,
suasananya dan rawannya. Pastinya saya mencari banyak informasi sebelum
memutuskan untuk menganbil hotel disana. Karena di Delhi bagi turis yang ingin
menginap dihotel yang aman dikantong dan termasuk murah selalu ditunjukkan di
kawasan antara Karol Bhag atau Paharganj. Akses kedua tempat tersebut dekat
dengan stasiun kereta metro yang dapat memudahkan turis untuk berkunjung ke
tempat-tempat wisata di India. Walau murah tapi tetap cari yang tidak murah
juga atau paling tidak utamakan kenyamanan dan safety.
Disana banyak hotel-hotel sekelas melati juga dan berhati-hati karena ada banyak prostitusi juga. Jadi kalau tidak ada teman laki-laki atau solois traveller, sebaiknya cari hotel ditengah kota saja. Saya sengaja ambil hotel disitu karena ingin tahu seperti apa penduduk kota Delhi dikawasan Karol Bhag dalam keseharian mereka. Padahal teman-teman saya sudah memesankan hotel bintang 4 dikawasan kota Delhi. Lumayan buat pengalaman saya selama di India. Jadi mau tidak mau teman-teman saya ikut saya menginap di hotel yang sama karena mereka khawatir jika saya menginap sendirian.
Disana banyak hotel-hotel sekelas melati juga dan berhati-hati karena ada banyak prostitusi juga. Jadi kalau tidak ada teman laki-laki atau solois traveller, sebaiknya cari hotel ditengah kota saja. Saya sengaja ambil hotel disitu karena ingin tahu seperti apa penduduk kota Delhi dikawasan Karol Bhag dalam keseharian mereka. Padahal teman-teman saya sudah memesankan hotel bintang 4 dikawasan kota Delhi. Lumayan buat pengalaman saya selama di India. Jadi mau tidak mau teman-teman saya ikut saya menginap di hotel yang sama karena mereka khawatir jika saya menginap sendirian.
# Pagi-pagi sekali saya sudah
bangun dan lumayan nyenyak tidur semalam. Saya bergegas mandi, berdandan dan
beres-beres packing. Meskipun udara dingin, saya tetap mandi dengan air hangat
yang disediakan hotel. Walaupun udara dingin, tapi bukan berarti debu tidak
ada. Karena debu yang kering dan lembab justru membuat kita merasa kusam dan
kotor. Jadi harus mandi dan ganti baju. Selepas itu saya bergegas turun ke
lobby hotel karena teman saya sudah menunggu untuk sarapan pagi. Pagi itu saya
sarapan sandwich dan susu murni (dudh). Teman saya Goro, sudah menunggu
diparkiran mobil untuk membawa saya hari itu mengunjungi Red Fort dan Janta
Mantar Delhi. Rencana kami juga ingin mengunjungi Qutub Minar jika masih ada
waktu. Wisata di Delhi juga sangat banyak perlu setidaknya sekitar3 hari penuh
mengunjungi tempat-tempat disana. Sayangnya saya hanya 2 hari lagi di Delhi dan
hari berikutnya sudah harus kembali pulang.
Suasana pagi hari begitu sejuk
dan belum terlalu macet. Kami menuju Red Fort dikawasan Old Delhi. Seharusnya
saat mengunjungi Chandni Chwok kami bisa langsung kesana tapi berhubung sudah
sore, tidak keburu. Akhirnya pagi itu saya tiba disana. Betul-betul takjub
dengan India terutama bangunan heritagenya yang memang sangat bersejarah dan
dijaga ketat oleh tentara-tentara. India. Kawasan Red Fort atau Benteng Merah
sangat luas. Mungkin saya bisa berlari-lari sambil menyanyi lagu India dan
menari. Jika kalian nonton film terbaru SRK berjudul 'FAN', nah ada salah satu
view saat SRK menyanyi dikawasan RedFort Delhi. Oh ya, saat itu teman saya juga
mengingatkan bahwa di Delhi ada bintang Bollywood Akhsay Kumar sedang syuting
film AirLift, bertanya apakah saya juga mau melihatnya. Tapi saya tidak
tertarik jadi cukup menghabiskan untuk mengunjungi tempat-tempat wisata
saja.
#Masuk area tersebut saya harus membeli tiket masuk dulu. Untuk turis luar tiket seharga 250 Ruppe atau sekitar 52 Ribu Rupiah. Sedangkan teman saya hanya membayar sekitar 5 Ruppe saja. Mahal yaa,, lumayan buat turis tapi sebanding dengan luasnya RedFort yang bisa dijelajahi. Di pintu masuk selalu akan diperiksa oleh petugas disana. Check point dilakukan oleh tentara wanita dan dia sangat ramah menyapa sehingga tidak terlalu lama saat diperiksa masuk. Sedangkan teman saya diperiksa oleh tentara laki-laki. Tempat pemeriksaan pun terpisah. Saya sempatkan digerbang pintu masuk di dalam untuk melihat-lihat souvenir-souvenir cantik yang dipajang oleh penjual disana. Karena sudah masuk dikawasan wisata maka harganya pun lumayan tidak beda dengan wisata kita di Indonesia. Disana banyak marble miniatur-miniatur bangunan, gelang, aksesoris (Kundan set), tas rajutan manik-manik, sandal dan gantungan kunci. Teman saya mengingatkan kita akan beli oleh-oleh nanti saja tidak disini, tapi saya ingat waktu berkunjung saya tidak lama jadi saya memanfaatkan sejenak untuk memilih dan membeli 3 set gantungan kunci berupa miniatur gajah dari kayu seharga 300 ruppe (sekitar Rp.63 ribu) Selepas itu baru saya masuk area kawasan dan halaman RedFort yang super luas.
Saya menyempatkan mengunjungi sebuah musium perjuangan disana. Tepatnya di depan bangunan Diwan-I-Am. Selepas itu baru mengunjungi singgasana Raja Shah Jehan di bangunan Diwan-I-Am tersebut. Saya merasakan seperti di aula film Jodha Akbar. Karena Diwan-I-Am memang seperti aula terbuka. Lalu lanjut ke area istana dan halamannya, serta bangunan-bangunan sejarah bekas kolonial Inggris. Ada juga bangunan seperti teater untuk menghibur Raja dan para tamunya. Luasnya bangunan dan halaman membuat kami pun nyasar kembali menuju pintu keluar. Benar-benar pengalaman yang konyol. Hampir 2 jam kami menjelajahi kawasan RedFort.
#Masuk area tersebut saya harus membeli tiket masuk dulu. Untuk turis luar tiket seharga 250 Ruppe atau sekitar 52 Ribu Rupiah. Sedangkan teman saya hanya membayar sekitar 5 Ruppe saja. Mahal yaa,, lumayan buat turis tapi sebanding dengan luasnya RedFort yang bisa dijelajahi. Di pintu masuk selalu akan diperiksa oleh petugas disana. Check point dilakukan oleh tentara wanita dan dia sangat ramah menyapa sehingga tidak terlalu lama saat diperiksa masuk. Sedangkan teman saya diperiksa oleh tentara laki-laki. Tempat pemeriksaan pun terpisah. Saya sempatkan digerbang pintu masuk di dalam untuk melihat-lihat souvenir-souvenir cantik yang dipajang oleh penjual disana. Karena sudah masuk dikawasan wisata maka harganya pun lumayan tidak beda dengan wisata kita di Indonesia. Disana banyak marble miniatur-miniatur bangunan, gelang, aksesoris (Kundan set), tas rajutan manik-manik, sandal dan gantungan kunci. Teman saya mengingatkan kita akan beli oleh-oleh nanti saja tidak disini, tapi saya ingat waktu berkunjung saya tidak lama jadi saya memanfaatkan sejenak untuk memilih dan membeli 3 set gantungan kunci berupa miniatur gajah dari kayu seharga 300 ruppe (sekitar Rp.63 ribu) Selepas itu baru saya masuk area kawasan dan halaman RedFort yang super luas.
Saya menyempatkan mengunjungi sebuah musium perjuangan disana. Tepatnya di depan bangunan Diwan-I-Am. Selepas itu baru mengunjungi singgasana Raja Shah Jehan di bangunan Diwan-I-Am tersebut. Saya merasakan seperti di aula film Jodha Akbar. Karena Diwan-I-Am memang seperti aula terbuka. Lalu lanjut ke area istana dan halamannya, serta bangunan-bangunan sejarah bekas kolonial Inggris. Ada juga bangunan seperti teater untuk menghibur Raja dan para tamunya. Luasnya bangunan dan halaman membuat kami pun nyasar kembali menuju pintu keluar. Benar-benar pengalaman yang konyol. Hampir 2 jam kami menjelajahi kawasan RedFort.
Setelah kami keluar dan menunggu
dijemput mobil, saat itulah saya coba jajanan serupa dengan 'Asinan/Rujak' di
Indonesia. Bedanya disana buah yang dimakan berbentuk utuh seperti mentimun,
wortel, lobak, nanas (pastinya dibuang dulu yaa kulitnya)., mangga, dan lainnya
yang tidak dipotong dulu. Bumbunya pun tidak seperti kita yaa, berempah dan ada
juga yang benar-benar pedas dengan bubuk cabe. Lalu saya juga mencoba Juice
Jeruk yang saya pikir hanya dari jeruk yang di buat juice saja, ternyata ooww
ditambah bumbu rempah juga. Saya menyeringai karena aneh sekaligus penasaran
dengan rasanya. Dan betul saja, rasanya nano-nano tak terkatakan. Seger sih
juice nya tapi saya lebih suka jika makan buah jeruk utuhnya saja kalau bisa.
Sensasi makan dipinggir jalan memang mengasyikkan, makan sambil diperhatikan
orang sekitar karena melihat ekspresi wajahku yang meminum juice jeruk
tersebut. Lalu sambil menunggu itu pula saya sempatkan membeli gantungan kunci
miniatur Taj Mahal dipinggiran jalan tersebut, juga miniatur Bajaj. Saya
ngobrol dengan penjualnya dan saat saya membeli 5 buah Bajaj mainannya, dia
bingung karena saya membeli banyak sekali. Tapi dia lalu senyum-senyum karena
barang dagangannya laku terjual. Dia-pun memberikan harga murah.
Setelah merasa cukup pengalaman di Redfort siang itu, kami bergegas menuju tempat Janta Mantar. Sudah mulai macet pastinya, akhirnya kami tiba juga disana. Kami sempatkan makan siang dulu baru berangkat kembali menuju lokasi Jantar Mantar. Saat itu sudah siang sekitar pukul setengah 2 dan kami menghabiskan waktu selama kurang lebih 1 setengah jam diarea tersebut.
Setelah merasa cukup pengalaman di Redfort siang itu, kami bergegas menuju tempat Janta Mantar. Sudah mulai macet pastinya, akhirnya kami tiba juga disana. Kami sempatkan makan siang dulu baru berangkat kembali menuju lokasi Jantar Mantar. Saat itu sudah siang sekitar pukul setengah 2 dan kami menghabiskan waktu selama kurang lebih 1 setengah jam diarea tersebut.
Jantar Mantar adalah sebuah
observatorium. Bagi orang-orang yang terbiasa dengan bangunan modern yang
diperlengkapi dengan sejumlah besar instrumen astronomi berteknologi tinggi,
bangunan-bangunan aneh dari batu ini terletak di sebuah taman yang besar
tampaknya tidak mirip sedikit pun dengan observatorium. Namun, itulah fungsi
Jantar Mantar sewaktu dibangun pada awal abad ke-18. Sungguh mengherankan,
meski tidak di lengkapi teleskop dan instrumen lainnya yang sedang dikembangkan
di Eropa, observatorium ini memberikan perincian dan informasi yang cukup akurat
mengenai benda-benda angkasa.
Jantar Mantar adalah nama umum
yang digunakan untuk tiga dari lima observatorium yang dibangun oleh penguasa
Rajput yakni Maharaja Sawai Jai Singh II. ”Jantar” berasal dari kata
Sanskerta ”yantra”, yang artinya ”instrumen”, demikian juga ”Mantar” dari
”mantra”, yang artinya ”formula”. Kebiasaan sehari-hari untuk menambahkan kata
yang berirama sebagai penandasan telah menghasilkan nama Jantar Mantar.
Sebuah plaket yang dipasang pada
sebuah instrumen di Jantar Mantar di New Delhi pada tahun 1910 menginformasikan
bahwa tahun 1710 adalah tahun pembangunan observatorium ini. Akan tetapi,
penelitian di kemudian hari memperlihatkan bahwa observatorium itu dirampungkan
pada tahun 1724.
Setelah berkeliling menganl Jantar Mantar, kami merasa lelah lalu mengakhiri kunjungan hari itu tapi kami tidak sempat menuju Qutub Minar. Padahal disana sangat indah sekali pemandangannya. Waktunya tidak cukup, kesorean. Akhirnya kami mencoba mengelilingi kota Delhi saja untuk melihat-lihat bangunan seperti Kantor Parlement India, kantor The Indian Times, kediaman Indira Gandhi, Kuil Gurudwara (masuk sebentar), melewati kediaman PM India Narendra Modi, kantor Kepolisian Delhi dan Kejaksaan.
Tak terasa waktu sudah semakin sore menjelang magrib saya berusaha untuk kembali menemui teman-teman dari Assam yang ingin bertemu. Jauh sekali mereka datang hanya untuk sekedar bertemu, sekalian kami makan malam dan bercerita seru bertukar informasi mengenai tempat-tempat indah wisata diIndonesia dan India lainnya. Pukul 9 kami berpisah dan kembali ke hotel masing-masing. Saya masih sempat berada dilobby hotel untuk membuka internet karena diberikan fasilitas online gratis. Saya coba membuka informasi yang masuk. Baru sekitar pukul 10:30 setelah berbincang-bincang dengan teman dan petugas hotel, saya pun istirahat untuk persiapan esok hari bertemu dengan Duta Besar Indonesia di Chanakyapuri karena staff beliau sudah menghubungi dan menjadwalkan pertemuan kami.
Setelah berkeliling menganl Jantar Mantar, kami merasa lelah lalu mengakhiri kunjungan hari itu tapi kami tidak sempat menuju Qutub Minar. Padahal disana sangat indah sekali pemandangannya. Waktunya tidak cukup, kesorean. Akhirnya kami mencoba mengelilingi kota Delhi saja untuk melihat-lihat bangunan seperti Kantor Parlement India, kantor The Indian Times, kediaman Indira Gandhi, Kuil Gurudwara (masuk sebentar), melewati kediaman PM India Narendra Modi, kantor Kepolisian Delhi dan Kejaksaan.
Tak terasa waktu sudah semakin sore menjelang magrib saya berusaha untuk kembali menemui teman-teman dari Assam yang ingin bertemu. Jauh sekali mereka datang hanya untuk sekedar bertemu, sekalian kami makan malam dan bercerita seru bertukar informasi mengenai tempat-tempat indah wisata diIndonesia dan India lainnya. Pukul 9 kami berpisah dan kembali ke hotel masing-masing. Saya masih sempat berada dilobby hotel untuk membuka internet karena diberikan fasilitas online gratis. Saya coba membuka informasi yang masuk. Baru sekitar pukul 10:30 setelah berbincang-bincang dengan teman dan petugas hotel, saya pun istirahat untuk persiapan esok hari bertemu dengan Duta Besar Indonesia di Chanakyapuri karena staff beliau sudah menghubungi dan menjadwalkan pertemuan kami.
# Hari berikutnya adalah hari
yang sangat penting. Sebelum berangkat ke India, saya memang sudah menghubungi
staff KBRI di Delhi untuk dapat bertemu dengan Duta Besar Indonesia. Akhirnya
saya dijadwalkan bisa bertemu sehari sebelum saya pulang ke Indonesia esok
harinya. Selama di Delhi staff KBRI berulang kali menghubungi perihal jadwal
kepastian kunjungan saya ke Chanakyapuri. Saya memang harus bertemu dengan
Dubes RI disana untuk sekedar menyapa dan menginformasikan mengenai komunitas
fanclub Bollywood dari Indonesia, terlebih karena salah satu komunitas tersebut
memang sedang membuat buku mengenai Bollywood, India dan relasinya dengan
Indonesia, komunitas Indonesia dan India serta tentunya mengenai hubungan
budaya antara kedua negara dari keberadaan komunitas fanclub Bollywood di
Indonesia. Karena itulah saya ingin bertemu dengan Bapak Rizali Wilmar
Indrakesuma sebagai Duta Besar RI di New Delhi, menggantikan Bapak H.Andi M.
Ghalib, Dubes sebelumnya, untuk meminta dukungannya.
#Oh, yaa, selama di India saya
diberikan SimCard handpone provider Reliance GSM untuk memudahkan saya menelpon
atau kirim sms kepada keluarga di Indonesia dan lebih murah dibandingkan
menggunakan GSM dari Indonesia. Teman saya membantu sampai sedetail itu untuk
memastikan saya nyaman dan tidak menemukan kesulitan selama di India. Jika teman-teman
membeli sendiri kartu GSM di India tidak mudah, perlu persyaratan yang ribet
seperti copy passport, foto 3 lembar, mengisi form dan membeli nomor kartunya.
Kepemilikan kartu di India sangat diperketat mengingat India sangat sensitif
dengan masalah teroris. Jadi kita pun perlu setidaknya minimal 3 hari untuk
mengaktifkan nomor kartu tersebut. Jadi selama di India saya menggunakan nomor
India dari teman saya Paras, dan memudahkan untuk berhubungan dengan siapapun
teman-teman di India.
Pagi itu saya sudah bangun dan
bersiap dijemput untuk menuju ke kawasan Chanakyapuri. Sekaligus saya chek out
dari hotel di Karol Bhag dan berganti hotel bintang 4 yang sudah dipesankan
teman-teman saya di dipusat kota Delhi. Jadi lumayan sebelum besok pulang saya
bisa tidur di hotel yang lumayan bagus dan dekat dari bandara. Selesai sarapan
kami segera bergegas dan karena staff Kedutaan Indonesia meminta jadwal dirubah
jamnya dari pukul 10 menjadi pukul 11 dan berubah lagi menjadi pukul 12
siang untuk bertemu Dubes, akhirnya saya mengitari kawasan Karol Bhag dulu
untuk mencoba membeli oleh-oleh lagi. Tapi dasar waktu cepat sekali untuk saya
memilih saree (lagi) dan hanya membeli beberapa Kurti (pakaian atasan wanita
India) dan. 3 buah Sherwani untuk saudara laki-laki saya. Saya sendiri hanya
membeli 1 buah bahan jahitan Shalwar Kameez. Lalu kami bergegas ke mobil menuju
KBRI. Saya tidak punya banyak waktu lagi di Delhi untuk membeli oleh-oleh
jadilah saya hanya membeli itu saja.
Kawasan Chanakyapuri adalah
kawasan pemerintahan yang ditata rapi, sepanjang jalan banyak dihiasi
bunga-bunga cantik, juga bersih dan dengan penjagaan yang ketat. Karena
dikawasan ini adalah seperti di daerah Kuningan Jakarta, tempatnya kediaman
kantor-kantor kedutaan. Ketika melewati jalan utama ternyata terjadi demo
yang mengharuskan kita memutar dengan jalan lain. Sampailah kami di KBRI dan
kedatangan saya memang sudah ditunggu oleh sekretaris Dubes ibu Rini. Di luar
halaman saya di buat takjub karena kawasan KBRI benar-benar cantik, rapi dan bersih,
ditambah dengan udara dinginnya.
Lalu kami berjalan menuju aula dan disana kami bertemu dengan Ms. Nengcha Lhouvum, Duta Besar India yang sekarang menjabat di Jakarta. Namun saya tidak banyak bercakap-cakap karena bapak dubes RI sudah menunggu kami. Kami sempatkan dulu untuk berfoto dengan Bapak Indrakesuma dan bagian Pensosbud Bapak Mozes. Barulah kami menyampaikan maksud dan tujuan kami berkunjung. Beruntungnya saya dapat bertemu Dubes RI dan dijamu di sana. Selepas 1 jam kami di jamu, setelah itu kami meninggalkan KBRI dan menuju hotel yang telah dipesan untuk malam terakhir saya di India. Tak lama baru saya diantarkan ke Bandara IGI karena saya harus terbang ke Mumbai untuk bertemu seseorang yang juga telah membuat janji untuk bertemu (maaf tidak bisa dipublikasikan lebih rinci untuk kegiatan di Mumbai).
Lalu kami berjalan menuju aula dan disana kami bertemu dengan Ms. Nengcha Lhouvum, Duta Besar India yang sekarang menjabat di Jakarta. Namun saya tidak banyak bercakap-cakap karena bapak dubes RI sudah menunggu kami. Kami sempatkan dulu untuk berfoto dengan Bapak Indrakesuma dan bagian Pensosbud Bapak Mozes. Barulah kami menyampaikan maksud dan tujuan kami berkunjung. Beruntungnya saya dapat bertemu Dubes RI dan dijamu di sana. Selepas 1 jam kami di jamu, setelah itu kami meninggalkan KBRI dan menuju hotel yang telah dipesan untuk malam terakhir saya di India. Tak lama baru saya diantarkan ke Bandara IGI karena saya harus terbang ke Mumbai untuk bertemu seseorang yang juga telah membuat janji untuk bertemu (maaf tidak bisa dipublikasikan lebih rinci untuk kegiatan di Mumbai).
Perjalanan ke Mumbai memakan
waktu kurang lebih 2 jam dan tiba diBandara Chatrapati Shivaji International
Mumbai sekitar pukul 6 sore dan keadaan disana sudah mulai gelap. Wooww ..
Bagus sekali bandaranya, keren. Saya dijemput teman disana dan kami langsung
menuju tempat yang ingin saya kunjungi di daerah Juhu. Sepanjang perjalanan
Mumbai tersebut saya tidak dapat bercerita banyak, yang saya ingat kota Mumbai
dimalam hari gemerlap dengan lampu-lampu dan tentu saja sedikit macet juga
ramai seperti di Delhi. Karena Mumbai dekat dengan pantai jadi udara pantai
juga tercium dari mobil. Saya hanya bertandang menengok seseorang untuk
kepentingan pribadi selama 2 jam saja, selepas itu saya pamit diantar kembali
ke bandara karena harus segera kembali ke Delhi malam itu juga. Benar-benar
kunjungan yang sangat singkat.
Saya tidak punya waktu banyak
lagi berkunjung ke India karena saya harus pulang keesokkan harinya. Sebenarnya
ingin menginap diMumbai, tapi sayang tidak memungkinkan. Ingin sekali jika
nanti ada kesempatan ke India lagi untuk menginap dikawasan Mumbai. Tapi saya
berpacu dengan waktu saat itu. Sekitar pukul 9 lebih saya harus terbang lagi ke
Delhi dan sampai sekitar pukul 11 malam lebih. Teman saya Paras dan Goro tidak
ikut ke Mumbai, jadi mereka menjemput saya di bandara IGI. Setelah itu kami ke
hotel dan sempat memesan makanan dulu karena lapar di tengah malam. Kami
sempatkan mampir ke sebuah restoran dan memesan soup tomyam saja agar hangat. Sekitar
pukul 1 malam barulah saya istirahat dan packing. Senang dan berharga
sekali hari terakhir di India saat itu. Semua tujuan yang penting-penting sudah
di kunjungi di kesempatan pertama tersebut.
#last day di India. Karena
pesawat saya terbang jam 9:55 pagi menuju Singapura, maka 3 jam pertama harus
sudah check boardingpass bandara IGI jika tidak mau mengantri dan terlambat.
Akhirnya pukul 4:30 pagi diudara yang sangat dingin, saya sudah dibangunkan
teman-teman untuk segera ke bandara IGI. Rasanya saya baru tidur sebentar
dihotel yang mahal itu tapi saya harus segera bergegas mandi, karena Goro akan
mengantar ke Bandara pukul 5 pagi.
Pagi dan masih gelap gulita
akhirnya dengan berat hati saya harus meninggalkan hotel dan menuju bandara.
Tiba disana sekitar pukul 5:30 pagi dengan suhu udara 6 derajat. Saya mulai
merasakan kesulitan bernafas karena cuaca dingin membuat hidung saya infeksi
dan tidak melepas masker. Saya berpamitan dengan teman-teman dan
mengucapkan terima kasih karena telah menemani saya selama di India. Jika tidak
dibantu mereka saya mungkin akan menemui kesulitan untuk beradaptasi dan
mengenal India pertama kali. Paras juga akan pulang ke Ahmadabad siang harinya
dan Goro tetap tinggal di Delhi.
Setelah berpisah saya masuk
bandara dan solat subuh dulu disana. Barulah saya ke counter tiket dan menuju
boardingpass dan menyusuri jauhnya tempat tunggu pesawat Jet Airways menuju
Singapura. Saat itu masih pukul 7 pagi, masih setengah terang dan kabut, saya
sarapan dulu 'Chai' dan 'Samosa' dan sempat berbincang-bincang dengan seorang
wanita India yang cantik dari daerah Manipur yang mirip seperti orang Tibet/
China yang juga akan menuju Singapura. Barulah sekitar pukul 9 pagi saya naik
pesawat dan duduk dekat jendela. Saya sempat menangis karena harus meninggalkan
India dan segala kenangannya selama kunjungan tersebut. Berat rasanya kapan
bisa berkunjung kembali kesana. Tapi rasa penasaran akhirnya telah terbayar.
Saya berjanji akan kembali mengunjungi India dan mengunjungi tempat-tempat
bersejarah lainnya.
Seorang Punjab setengah
baya yang duduk disampingku memberikan tissu karena melihatku menangis. Saya
membalas dengan tersenyum dan pesawat bersiap take off. Dari jendela itu saya
pandangi bandara IGI dan pesawat disana hingga tak terlihat lagi dengan mata
sembab. Saya merindukan segera tiba di Indonesia dan bertemu keluarga. Karena
lelah selama dipesawat munuju Singapura saya pun tertidur, sesekali bangun
karena pramugari membangunkan untuk makan dan memberikan snack. Sekitar pukul
5:30 sore waktu Singapura (atau pukul 16:30 WIB) saya tiba di Bandara Changi.
Setelah check point tiket karena
cost share dengan Garuda Indonesia saya berjalan menuju tempat menunggu
diboardingpass dan sempat menjamak solat dulu karena disediakan ruangan ibadah.
Sempat berkeliling sebentar diBandara Changi karena ramai esok harinya
bertepatan dengan Natal. Setelah itu saya segera menunggu karena ingin segera
naik pesawat, disinilah terjadi masalah serius.
Ini adalah pertama kali saya harus
mengalami delay yang sangat panjang dan melelahkan selama saya bepergian ke
luar negeri. Pesawat Garuda yang seharusnya membawa saya ke Jakarta pukul 8:30
malam waktu Singapura itu ternyata mengalami kerusakan hidrolik sehingga tidak
bisa memaksakan terbang malam itu juga. Saat itu sekitar lebih dari 100 orang
lebih penumpang terlantar dan tidak tentu kapan pesawat pengganti akan datang.
Belum lagi keluarga juga sudah menunggu lama menjemput di Bandara Soeta.
Resah dan panik, pastinya. Banyak penumpang marah dan komplain, sejenis penerbangan Garuda delay dan menterlantarkan penumpangnya. Niat hati ingin segera sampai diJakarta karena sudah lelah, akhirnya harus mengalami delay 12 Jam dari waktu bording. Kebetulan ada seorang teman yang sama-sama berangkat waktu ke India dan kembali ke Indonesia barengan. Jadi ketika penumpang lain komplain mengeluh, kami memilih untuk mengganti penerbangan esok pagi saja, pada hari Natal tanggal 25 Desember. Pukul 24:00 waktu Singapura belum juga muncul tanda-tanda pesawat diganti. Apa boleh buat saya tidak mau naik pesawat yang sama karena diperbaiki kerusakannya dan lebih baik mengganti jadwal penerbangan lain saja. Akhirnya kami dapat tiket pengganti keesokan hari dan kami pun makan saja di foodcourt Changi sambil mengobrol. Pukul 2:30 pagi akhirnya kami tidur di Longue saja agar tidak telat untuk penerbangan esok jam 7 pagi. Jika menginap di hotel saya khawatir telat karena harus boarding lagi jam 5 pagi. Barulah esok pagi saya naik pesawat pengganti Garuda dan terbang keJakarta. Selama penerbangan tersebut saya benar-benar tertidur pulas setelah sarapan pagi. Melupakan sejenak kenangan selama di India dan keresahan semalam di Singapura. Pesawat tiba sekitar pukul 8:15 pagi di Jakarta, di jemput dan sampai dirumah pukul 11 siang, hari Jumat tanggal 25 Desember.
Meskipun saya tidak membeli banyak oleh-oleh, ternyata pengeluaran saya selama di India lumayan juga. Saya menghabiskan sekitar 350 US Dollar (sekitar 22 ribu Ruppe setara dengan Rp.4,6 juta).
Itupun belum di tambah dengan biaya pembuatan Visa dan menukar 2000 Ruppe di money changer. Saya juga membawa cash rupiah dan dollar ke India berjaga-jaga untuk hal-hal yang urgent, diluar biaya diatas. Di sana saya banyak jalan dan cost share petrol/bensin, juga cost share hotel karena tidak mau merepotkan teman-teman saya selama disana, meski beberapa fasilitas diberikan gratis dari mereka. Tiket ke Mumbai juga lumayan mahal karena sudah masuk musim liburan sekitar 1,7 jutaan. Jadi wajar jika menghabiskan sekitar hampir 5 juta tersebut hingga kembali ke Indonesia. Apalagi sempat mampir di Singapura juga. Yaa total saya menghabiskan Rp. 6 juta. Tiket pesawat pp Jakarta-Delhi-Jakarta sudah ditangani pihak Kedutaan India. Oleh-oleh yang terasa adalah flu dan mimisan yang belum membaik dan mengalami batuk dan flu berat sesampainya di tanah air akibat debu dan cuaca yang dingin selama disana. Di tambah selang sehari tiba dari India, kembali saya terbang ke negara lain bersama keluarga untuk liburan, membuat saya semakin kecapaian.
Resah dan panik, pastinya. Banyak penumpang marah dan komplain, sejenis penerbangan Garuda delay dan menterlantarkan penumpangnya. Niat hati ingin segera sampai diJakarta karena sudah lelah, akhirnya harus mengalami delay 12 Jam dari waktu bording. Kebetulan ada seorang teman yang sama-sama berangkat waktu ke India dan kembali ke Indonesia barengan. Jadi ketika penumpang lain komplain mengeluh, kami memilih untuk mengganti penerbangan esok pagi saja, pada hari Natal tanggal 25 Desember. Pukul 24:00 waktu Singapura belum juga muncul tanda-tanda pesawat diganti. Apa boleh buat saya tidak mau naik pesawat yang sama karena diperbaiki kerusakannya dan lebih baik mengganti jadwal penerbangan lain saja. Akhirnya kami dapat tiket pengganti keesokan hari dan kami pun makan saja di foodcourt Changi sambil mengobrol. Pukul 2:30 pagi akhirnya kami tidur di Longue saja agar tidak telat untuk penerbangan esok jam 7 pagi. Jika menginap di hotel saya khawatir telat karena harus boarding lagi jam 5 pagi. Barulah esok pagi saya naik pesawat pengganti Garuda dan terbang keJakarta. Selama penerbangan tersebut saya benar-benar tertidur pulas setelah sarapan pagi. Melupakan sejenak kenangan selama di India dan keresahan semalam di Singapura. Pesawat tiba sekitar pukul 8:15 pagi di Jakarta, di jemput dan sampai dirumah pukul 11 siang, hari Jumat tanggal 25 Desember.
Meskipun saya tidak membeli banyak oleh-oleh, ternyata pengeluaran saya selama di India lumayan juga. Saya menghabiskan sekitar 350 US Dollar (sekitar 22 ribu Ruppe setara dengan Rp.4,6 juta).
Itupun belum di tambah dengan biaya pembuatan Visa dan menukar 2000 Ruppe di money changer. Saya juga membawa cash rupiah dan dollar ke India berjaga-jaga untuk hal-hal yang urgent, diluar biaya diatas. Di sana saya banyak jalan dan cost share petrol/bensin, juga cost share hotel karena tidak mau merepotkan teman-teman saya selama disana, meski beberapa fasilitas diberikan gratis dari mereka. Tiket ke Mumbai juga lumayan mahal karena sudah masuk musim liburan sekitar 1,7 jutaan. Jadi wajar jika menghabiskan sekitar hampir 5 juta tersebut hingga kembali ke Indonesia. Apalagi sempat mampir di Singapura juga. Yaa total saya menghabiskan Rp. 6 juta. Tiket pesawat pp Jakarta-Delhi-Jakarta sudah ditangani pihak Kedutaan India. Oleh-oleh yang terasa adalah flu dan mimisan yang belum membaik dan mengalami batuk dan flu berat sesampainya di tanah air akibat debu dan cuaca yang dingin selama disana. Di tambah selang sehari tiba dari India, kembali saya terbang ke negara lain bersama keluarga untuk liburan, membuat saya semakin kecapaian.
Itu lah pengalaman perjalananku
menuju India. Rasa lelah dan cape terbayar sudah, puas rasanya.
Perjalanan singkat namum penuh makna. Setiap perjalanan memiliki kisah
masing-masing. Namun bagiku, perjalananku ke India ini juga sekaligus tentang
belajar banyak hal. Sekarang saya memiliki pengalaman berharga
mengunjungi negara Rani Mukherjee, idola bintang Bollywood yang saya
kagumi. Semakin banyak ilmu yang saya ketahui dan dapat saya bagikan kepada
yang membutuhkan tulisan referensi ini. Kini lengkap rasa mengidolakan Rani
Mukerji dan menyukai hobby kebudayaan India dengan berkunjung langsung ke
negaranya. Hal-hal yang sempat membuat saya ragu dan khawatir tidak saya
temukan selama disana, jika kita bisa membawa diri dengan baik tentunya. Semoga
dapat bermanfaat dan menjawab rasa penasaran teman-teman semua. Terima kasih
untuk semua pihak yang telah mendukung perjalanan saya ke India.. Phir Milenge
(sampai berjumpa kembali). Salam Namaste..
(Selesai)
(Selesai)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar